Ibu Segala Mudik
Ramadan akan berakhir. Kita sedih ditinggalkannya. Akankah kita berjumpa lagi dengannya kelak? Meski kaum Muslim di seluruh dunia menunaikan saum, Ramadan kita tetap beda. Suatu ritus penting yang menandai keunikannya adalah mudik. Setiap bangsa punya tradisi mudik dalam hari-hari penting mereka. Apa sesungguhnya makna mudik bagi kita?
Sebenarnya setiap hari pun kita mudik, dari tempat kerja ke rumah kita. Mahasiswa yang kuliah atau pegawai yang bekerja di luar kota boleh jadi mudik sebulan sekali. Salah satu alasannya adalah keterasingan di pengembaraan. Dalam masyarakat pascaindustri, terjadi erosi pola-pola sosial; komunikasi tatap muka tradisional digantikan oleh komunikasi via teknologi komunikasi yang menghilangkan jati diri dan keintiman dengan sesama. Di kota-kota besar khususnya, banyak orang merasa tak berdaya karena tercabut dari akar budaya mereka, dan semakin anonim, karena mereka hidup di perkotaan yang berubah pesat. Benar Arnold Dashefsky (1976) bahwa kemajuan masyarakat masa ini telah menimbulkan keterasingan yang tinggi secara perseorangan dan perubahan besar secara sosiokultural, yang mendorong orang-orang mencari sumber keamanan yang nostalgik, hangat, dan menyenangkan, seperti kelompok etnik.
Secara sosiologis, mudik Lebaran berfungsi melestarikan identitas kaum Muslim, menyegarkan kenangan masa kecil, dan sekaligus merupakan mekanisme untuk mengukuhkan kembali jati diri mereka yang bersifat primordial. Bisa dipahami bila saat mudik orang menziarahi makam orang tua atau leluhur, untuk menegaskan kembali "asal muasal kita" yang berkaitan dengan agama ataupun kesukuan. Bagi kebanyakan orang, mencantelkan diri pada suatu budaya dan atau agama yang unik adalah niscaya. Menurut John Naisbitt dan Patricia Aburdene (1990), ketika orang-orang diterpa perubahan, kebutuhan akan kepercayaan spiritual menguat. Ilmu dan teknologi tidak mengajarkan kepada kita apa makna hidup. Agamalah yang menjelaskan hal itu.
Kesukuan, di samping agama, secara tradisional merupakan aspek terpenting konsep diri kita. Howard F. Stein dan Robert F. Hill (1977) menyebutnya inti diri (the core of one`s self), sedangkan George De Vos (1975) melukiskannya dalam arti sempit sebagai "perasaan kontinuitas dengan masa lalu, perasaan yang dipupuk sebagai bagian penting definisi diri." Alex Haley dalam novelnya Roots secara dramatik melukiskan Antoinette Harrel-Miller, ibu rumah tangga berkulit hitam AS yang melakukan tes DNA untuk melacak nenek moyangnya. Warga New Orleans ini menangis karena bahagia setelah ia mengetahui bahwa nenek moyangnya adalah orang-orang Tuareq Nomadik yang bermukim di Nigeria dan beberapa bagian Afrika Barat.
Konsep diri sebenarnya juga diajarkan dalam Islam, tetapi bukan konsep diri kultural yang artifisial. Konsep diri dalam Islam adalah konsep diri yang sejati, yakni kita adalah hamba Allah yang harus taat dan patuh kepada-Nya. Inti konsep diri kita adalah roh yang suci. Maka jika kita mendefinisikan mudik dunia adalah kembali ke akar budaya, mudik sejati yang saya sebut sebagai ibu segala mudik adalah pulang ke haribaan Allah SWT. Kita dulu adalah roh yang suci, "Bukankah Aku Tuhanmu?" tanya Allah ketika kita masih roh. Lalu kita menjawab: "Ya kami bersaksi bahwa Engkau Tuhan kami" (Al-Araf:172). Nabi saw. pernah bersabda, "Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya."
Di dunia ini pada akhirnya kita tak bisa pergi ke mana-mana, kecuali kepada Allah. "Ke mana kalian akan pergi" (At-Takwir:26). "Sesungguhnya kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah" (Al-Baqarah:156). Sedangkan dunia ini sendiri akan binasa, "Semua yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan" (Ar-Rahman:26-27). Maka kepergian itu haruslah kita persiapkan. Persiapan itu harus jauh melebihi persiapan mudik sementara seperti ketika kita mudik Lebaran. Intinya kita harus pergi dengan jiwa suci ketika kita dipanggil Allah, "Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati rida dan diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku" (Al-Fajr:27-30).
Kumail, sahabat Ali ra pernah bercerita, "Suatu hari Ali sampai di suatu tempat kosong dan mendekati kuburan dan berkata, ’Wahai penghuni kubur! Wahai engkau yang hidup dalam kesunyian, bagaimana nasibmu di dunia sana?’ Ali melanjutkan, ’Berita dari pihak kami adalah bahwa semua kekayaan yang kau tinggalkan di sini telah dibagi-bagikan; anak-anakmu kini menjadi yatim; janda-jandamu telah lama menikah lagi. Sekarang berilah kami kabarmu.’ Ali kemudian berpaling kepadaku, kata Kumail, dan berkata, ’Wahai Kumail. Bila saja mereka dapat berbicara, mereka akan memberi tahu kita bahwa bekal terbaik untuk menuju akhirat adalah takwa.’ Air mata Ali bercucuran. Ali menambahkan, ’Wahai Kumail, kuburan adalah penampung amalan-amalan kita; namun orang hanya menyadarinya setelah mati.’"
Selamat berlebaran. Mohon maaf lahir dan batin.***
Spiritualitas Pulang Kampung
Hari-hari ini suasana masyarakat Indonesia diwarnai dengan kesibukan pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran. Bicara kampung halaman, bukan sekadar desa yang dibedakan dengan kota tempat merantau. Juga bukan hanya bicara wilayah rural yang tertinggal dibandingkan dengan wilayah urban yang maju. Bicara kampung halaman ialah bicara satu-satunya faktor awal dan musabab segalanya yang hidup, yakni tanah. Kebetulan halaman juga identik dengan tanah, pekarangan di sekitar rumah. Pulang ke kampung halaman berarti pulang ke tanah. Tentu bukan dalam makna kematian, meski memang semuanya akan kembali ke tanah (kubur). Pulang ke tanah juga bermakna kembali ke asal kehidupan dari mana kita disemai dan menjadi besar.
Orang Aborigin di Australia menganggap tanah sebagai tulang punggungnya dan sumber segala-galanya. Dalam filosofi Cina, tanah menjadi salah satu unsur penentu. Simbol gunungan pada tradisi pewayangan menggambarkan lima unsur alam, yakni tanah, air, api, angin, dan ruang. Semuanya ingin mengatakan, hargai dan pelihara tanah, land is sacred. Pulang ke kampung halaman ialah untuk me-recharge energi kehidupan kita yang selama merantau low-batt.
Halaman bukan wilayah pribadi seperti di kota dengan tembok tinggi dan anjing penjaga. Halaman adalah wilayah publik di mana ketika kembali ke kampung kita diposisikan kembali kepada kebersamaan dan saling ketergantungan yang melengkapi. Tidak ada halaman yang begitu egois di desa, dari kawinan, sunatan, menjemur padi, bercengkerama di senja hari, tempat bermain petak umpet di malam hari, bahkan bukan suatu yang aneh halaman menjadi kuburan keluarga. Halaman juga bukan hanya monopoli manusia belaka; sapi, kambing, ayam, burung, bebek, dan lain-lain, bebas berekspresi di halaman. Berbagai pepohonan, tanaman buah, palawija, perdu, dan rumput juga berhak hidup di halaman. Kembali ke kampung halaman ialah kembali kepada kesatuan itu, yang mungkin selama di kota atau perantauan terkotak-kotakkan. Hutan beton dan jalan tol adalah hak kendaraan dan manusia kota, tidak untuk pepohonan atau musang hutan.
Pulang kampung dengan begitu bukan hanya pulang kepada kebersamaan dan silaturahmi dengan sanak saudara di kampung, tetapi juga pulang kepada totalitas kehidupan asal yang melingkupi. Tanah, air, flora, fauna, hutan, danau, sungai, sawah-ladang, udara bersih, dan seterusnya. Dengan begitu, pulang kampung lebih dari pamer sukses di desa. Pulang kampung adalah kesadaran akan gerakan hijau (green action) yang menarik silaturahmi antarsanak saudara, kebersamaan dengan sesama tanpa pandang bulu dan koeksistensi yang saling menghidupi dengan lingkungannya. Jangan cuma bawa blackberry, bawa juga bibit pohon (luar negeri) yang kita beli di kota untuk keanekaragaman hayati di desa. Jangan cuma rindu dengan keluarga tanpa tanyakan kabar pohon sawo yang ditanam di samping rumah.
Di kampung berlaku hukum kita memetik buahnya tetapi juga memelihara pohon dan menyemai sisa bijinya. Kampung halaman tidak bisa didekati dengan cara pandang faktor produksi yang bisa dieksploitasi sesukanya. Ketika kita kembali ke kota jangan cuma membawa oleh-oleh kampung, bawa juga bibit pohon suren, trembesi, alpukat, arumdalu, agar kota tidak monokultur. Ayam cemani atau fauna lokal boleh juga dibawa agar peradaban kota lebih prolingkungan semua yang hidup (biosentris) dan bukan hanya promanusia (antroposentris).
Secara substansi setiap manusia memang harus pulang. Lebaran bicara kembali ke fitrah, pulang kampung juga tak jauh dari kembali ke fitrah kehidupan, yakni tanah. Memang akhir dari kembali ke tanah ialah kematian, tetapi awal dan yang memelihara kehidupan juga ada di tanah. Pulang kampung dengan begitu harus dimaknai bukan hanya merayakan Lebaran, tetapi juga merayakan fitrah manusia sebagai mahluk hidup yang merupakan bagian dari alam raya.
Pulang kampung menyadarkan bahwa manusia rentan, makanya ia perlu pulang untuk mengingat kembali hukum-hukum alam, di mana manusia hanya salah satu dari keanekaragaman hayati mahluk hidup. Pulang kampung harus bisa meletakkan tanah sebagai "ibu bumi" kita. Mumpung bulan masih penuh dengan berkah dan ampunan, silaturahmi terbuka 24 jam dan kembali ke fitrah menjadi tujuan, pulang kampung jangan hanya wisata hari raya atau menengok kerabat. Pulang kampung lebih dari relaksasi, ia mestinya menjadi rejuvenasi dari cara pandang dikotomis urban maju-rural tertinggal menjadi kesinambungan. Kehidupan urban tanpa basis kampung halaman dimana tanah sebagai titik pertumbuhan dan kehidupan hanya akan membawa kepada kesengsaraan. Kampung halaman dan tanah sebagai basisnya hanya mengenal kesatuan kehidupan alam raya yang saling melengkapi. Inilah spiritualitas pulang kampung yang perlu disadari. Ia memikirkan, merasakan, dan mengikhtiarkan segala apa pun yang tumbuh dan hidup di kampung halaman entah itu hubungan antarkerabat, sesama, flora, fauna, mata air, danau, sungai, udara, dan lain-lain, yang bergerak menuju kualitas semakin baik sebagai ukuran kehidupan yang makin sempurna. Ayo mudik, lestarikan dan berdayakan tanah, lingkungan, dan kehidupan kampung halaman kita.***
Hari-hari ini suasana masyarakat Indonesia diwarnai dengan kesibukan pulang ke kampung halaman untuk merayakan Lebaran. Bicara kampung halaman, bukan sekadar desa yang dibedakan dengan kota tempat merantau. Juga bukan hanya bicara wilayah rural yang tertinggal dibandingkan dengan wilayah urban yang maju. Bicara kampung halaman ialah bicara satu-satunya faktor awal dan musabab segalanya yang hidup, yakni tanah. Kebetulan halaman juga identik dengan tanah, pekarangan di sekitar rumah. Pulang ke kampung halaman berarti pulang ke tanah. Tentu bukan dalam makna kematian, meski memang semuanya akan kembali ke tanah (kubur). Pulang ke tanah juga bermakna kembali ke asal kehidupan dari mana kita disemai dan menjadi besar.
Orang Aborigin di Australia menganggap tanah sebagai tulang punggungnya dan sumber segala-galanya. Dalam filosofi Cina, tanah menjadi salah satu unsur penentu. Simbol gunungan pada tradisi pewayangan menggambarkan lima unsur alam, yakni tanah, air, api, angin, dan ruang. Semuanya ingin mengatakan, hargai dan pelihara tanah, land is sacred. Pulang ke kampung halaman ialah untuk me-recharge energi kehidupan kita yang selama merantau low-batt.
Halaman bukan wilayah pribadi seperti di kota dengan tembok tinggi dan anjing penjaga. Halaman adalah wilayah publik di mana ketika kembali ke kampung kita diposisikan kembali kepada kebersamaan dan saling ketergantungan yang melengkapi. Tidak ada halaman yang begitu egois di desa, dari kawinan, sunatan, menjemur padi, bercengkerama di senja hari, tempat bermain petak umpet di malam hari, bahkan bukan suatu yang aneh halaman menjadi kuburan keluarga. Halaman juga bukan hanya monopoli manusia belaka; sapi, kambing, ayam, burung, bebek, dan lain-lain, bebas berekspresi di halaman. Berbagai pepohonan, tanaman buah, palawija, perdu, dan rumput juga berhak hidup di halaman. Kembali ke kampung halaman ialah kembali kepada kesatuan itu, yang mungkin selama di kota atau perantauan terkotak-kotakkan. Hutan beton dan jalan tol adalah hak kendaraan dan manusia kota, tidak untuk pepohonan atau musang hutan.
Pulang kampung dengan begitu bukan hanya pulang kepada kebersamaan dan silaturahmi dengan sanak saudara di kampung, tetapi juga pulang kepada totalitas kehidupan asal yang melingkupi. Tanah, air, flora, fauna, hutan, danau, sungai, sawah-ladang, udara bersih, dan seterusnya. Dengan begitu, pulang kampung lebih dari pamer sukses di desa. Pulang kampung adalah kesadaran akan gerakan hijau (green action) yang menarik silaturahmi antarsanak saudara, kebersamaan dengan sesama tanpa pandang bulu dan koeksistensi yang saling menghidupi dengan lingkungannya. Jangan cuma bawa blackberry, bawa juga bibit pohon (luar negeri) yang kita beli di kota untuk keanekaragaman hayati di desa. Jangan cuma rindu dengan keluarga tanpa tanyakan kabar pohon sawo yang ditanam di samping rumah.
Di kampung berlaku hukum kita memetik buahnya tetapi juga memelihara pohon dan menyemai sisa bijinya. Kampung halaman tidak bisa didekati dengan cara pandang faktor produksi yang bisa dieksploitasi sesukanya. Ketika kita kembali ke kota jangan cuma membawa oleh-oleh kampung, bawa juga bibit pohon suren, trembesi, alpukat, arumdalu, agar kota tidak monokultur. Ayam cemani atau fauna lokal boleh juga dibawa agar peradaban kota lebih prolingkungan semua yang hidup (biosentris) dan bukan hanya promanusia (antroposentris).
Secara substansi setiap manusia memang harus pulang. Lebaran bicara kembali ke fitrah, pulang kampung juga tak jauh dari kembali ke fitrah kehidupan, yakni tanah. Memang akhir dari kembali ke tanah ialah kematian, tetapi awal dan yang memelihara kehidupan juga ada di tanah. Pulang kampung dengan begitu harus dimaknai bukan hanya merayakan Lebaran, tetapi juga merayakan fitrah manusia sebagai mahluk hidup yang merupakan bagian dari alam raya.
Pulang kampung menyadarkan bahwa manusia rentan, makanya ia perlu pulang untuk mengingat kembali hukum-hukum alam, di mana manusia hanya salah satu dari keanekaragaman hayati mahluk hidup. Pulang kampung harus bisa meletakkan tanah sebagai "ibu bumi" kita. Mumpung bulan masih penuh dengan berkah dan ampunan, silaturahmi terbuka 24 jam dan kembali ke fitrah menjadi tujuan, pulang kampung jangan hanya wisata hari raya atau menengok kerabat. Pulang kampung lebih dari relaksasi, ia mestinya menjadi rejuvenasi dari cara pandang dikotomis urban maju-rural tertinggal menjadi kesinambungan. Kehidupan urban tanpa basis kampung halaman dimana tanah sebagai titik pertumbuhan dan kehidupan hanya akan membawa kepada kesengsaraan. Kampung halaman dan tanah sebagai basisnya hanya mengenal kesatuan kehidupan alam raya yang saling melengkapi. Inilah spiritualitas pulang kampung yang perlu disadari. Ia memikirkan, merasakan, dan mengikhtiarkan segala apa pun yang tumbuh dan hidup di kampung halaman entah itu hubungan antarkerabat, sesama, flora, fauna, mata air, danau, sungai, udara, dan lain-lain, yang bergerak menuju kualitas semakin baik sebagai ukuran kehidupan yang makin sempurna. Ayo mudik, lestarikan dan berdayakan tanah, lingkungan, dan kehidupan kampung halaman kita.***
Bercinta Bisa Bikin Umur Lebih Panjang
Dalam kehidupan sehari-hari, seks merupakan kegiatan yang menyenangkan bila dilakukan dengan pasangan. Ternyata dibalik kenikmatan yang dirasakan ada manfaat yang tidak disangka.
Salah satu manfaatnya adalah seks dapat mengurangi rasa nyeri seperti sakit
kepala. Sebuah penelitian menemukan bahwa peningkatan kadar oksitosin dapat
mengurangi rasa sakit dimana hormon oksitosin tersebut meningkat dan menjadi
alasan terjadinya orgasme seperti yang dIkutip dari health24, Jumat
(28/8/2009).
Sebuah survey membuktikan bahwa orang yang sering berhubungan seks lebih merasa nyaman, senang dan belajar untuk mengatasi stres dengan cara yang lebih baik. Selain itu, orang yang berhubungan seks secara teratur mengatakan mereka tidur lebih baik serta segar sepanjang hari.
Dalam berhubungan seks ada banyak sekali kalori yang terbakar. Setiap setengah jamnya, ada sekitar 150 kalori yang terbakar. Wah!
Pada saat Anda mencapai orgasme, hormon DHEA meningkat sebagai respons
terhadap ragsangan seksual dan ejakulasi. Hormon DHEA ini dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh memperbaiki jaringan, meningkatkan kognisi, menjaga
kulit tetap sehat, dan bahkan bekerja sebagai antidepresan.
Dari manfaat tersebut, jika Anda berorgasme dua kali dalam seminggu, maka secara tidak langsung Anda sudah memperpanjang umur.
Dalam kehidupan sehari-hari, seks merupakan kegiatan yang menyenangkan bila dilakukan dengan pasangan. Ternyata dibalik kenikmatan yang dirasakan ada manfaat yang tidak disangka.
Salah satu manfaatnya adalah seks dapat mengurangi rasa nyeri seperti sakit
kepala. Sebuah penelitian menemukan bahwa peningkatan kadar oksitosin dapat
mengurangi rasa sakit dimana hormon oksitosin tersebut meningkat dan menjadi
alasan terjadinya orgasme seperti yang dIkutip dari health24, Jumat
(28/8/2009).
Sebuah survey membuktikan bahwa orang yang sering berhubungan seks lebih merasa nyaman, senang dan belajar untuk mengatasi stres dengan cara yang lebih baik. Selain itu, orang yang berhubungan seks secara teratur mengatakan mereka tidur lebih baik serta segar sepanjang hari.
Dalam berhubungan seks ada banyak sekali kalori yang terbakar. Setiap setengah jamnya, ada sekitar 150 kalori yang terbakar. Wah!
Pada saat Anda mencapai orgasme, hormon DHEA meningkat sebagai respons
terhadap ragsangan seksual dan ejakulasi. Hormon DHEA ini dapat meningkatkan
sistem kekebalan tubuh memperbaiki jaringan, meningkatkan kognisi, menjaga
kulit tetap sehat, dan bahkan bekerja sebagai antidepresan.
Dari manfaat tersebut, jika Anda berorgasme dua kali dalam seminggu, maka secara tidak langsung Anda sudah memperpanjang umur.
Laki-laki Selalu Berpikiran Seks, Mitos atau Bukan?
Tak hanya perempuan yang memiliki mitos sekitar kehidupan seksnya. Mitos-mitos itu juga berlaku bagi laki-laki. Mau tahu kebenarannya?
Laki-laki identik dengan makhluk yang memiliki hasrat seksual yang menggebu. Dibanding perempuan, laki-laki lebih ekspresif jika membicarakan hal yang berkaitan dengan seks.
Di bawah ini beberapa mitos seks laki-laki yang dijelaskan secara gamblang oleh ahli seks Yvonne Fulbright yang dikutip dari Fox, Selasa (15/9/2009). Apakah mitos itu benar, atau malah menyesatkan?
1. Laki-laki bisa bercinta di mana saja
Di saat usia laki-laki tersebut itu belum matang, ia bisa melakukan seks di mana saja bahkan dengan siapa saja. Namun ketika pikirannya sudah matang, ia akan mencari kepuasan seks dengan melibatkan perasaan serta ikatan emosionalnya dengan pasangan.
2. Laki-laki hanya belaku romantis dengan orang yang ia sayang
Sifat cuek, kurang peduli akan hal kecil adalah ciri laki-laki. Namun saat jatuh cinta, pria bisa bersikap romantis. Pria bisa memberi perhatian lebih pada perempuan yang ia cintai saja. Walau tak jarang maksud akhir dari semuanya adalah hubungan ranjang.
3. Pria memikirkan seks tiap tujuh detik sekali
Kalau ini sudah dipastikan benar. penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pria terjaga selama 17 jam setiap harinya. Selama dia terjaga, pria memikirkan seks sebanyak 61 ribu. Wow!
4. Pria lebih suka melajang seumur hidupnya
Mitos ini ternyata tak sepenuhnya benar. menurt penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, pria melajang tak bisa bertahan hidup. Dan semakin lama, semakin banyak pria yang memasukkan pernikahan dalam rencana hidupnya.
5. Pria hanya menikmati ciuman jika melibatkan lidah
Mitos ini jelas salah. Dari survei yang pernah dilakukan, kebanyakan pria justru menikmati 30 variasi ciuman, dan kesemuanya tak melibatkan lidah.
6. Pria ingin mencapai kepuasan seks secepat mungkin
kalau yang ini bukan mitos. saat melakukan hubungan seks, pria memang tak sabar untuk segera mencapai kenikmatan. Bagi Anda para perempuan, coba kontrol hasrat pasangan Anda yang menggebu, sehingga Anda berdua mendapatkan kenikmatan yang sama.
Tak hanya perempuan yang memiliki mitos sekitar kehidupan seksnya. Mitos-mitos itu juga berlaku bagi laki-laki. Mau tahu kebenarannya?
Laki-laki identik dengan makhluk yang memiliki hasrat seksual yang menggebu. Dibanding perempuan, laki-laki lebih ekspresif jika membicarakan hal yang berkaitan dengan seks.
Di bawah ini beberapa mitos seks laki-laki yang dijelaskan secara gamblang oleh ahli seks Yvonne Fulbright yang dikutip dari Fox, Selasa (15/9/2009). Apakah mitos itu benar, atau malah menyesatkan?
1. Laki-laki bisa bercinta di mana saja
Di saat usia laki-laki tersebut itu belum matang, ia bisa melakukan seks di mana saja bahkan dengan siapa saja. Namun ketika pikirannya sudah matang, ia akan mencari kepuasan seks dengan melibatkan perasaan serta ikatan emosionalnya dengan pasangan.
2. Laki-laki hanya belaku romantis dengan orang yang ia sayang
Sifat cuek, kurang peduli akan hal kecil adalah ciri laki-laki. Namun saat jatuh cinta, pria bisa bersikap romantis. Pria bisa memberi perhatian lebih pada perempuan yang ia cintai saja. Walau tak jarang maksud akhir dari semuanya adalah hubungan ranjang.
3. Pria memikirkan seks tiap tujuh detik sekali
Kalau ini sudah dipastikan benar. penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pria terjaga selama 17 jam setiap harinya. Selama dia terjaga, pria memikirkan seks sebanyak 61 ribu. Wow!
4. Pria lebih suka melajang seumur hidupnya
Mitos ini ternyata tak sepenuhnya benar. menurt penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, pria melajang tak bisa bertahan hidup. Dan semakin lama, semakin banyak pria yang memasukkan pernikahan dalam rencana hidupnya.
5. Pria hanya menikmati ciuman jika melibatkan lidah
Mitos ini jelas salah. Dari survei yang pernah dilakukan, kebanyakan pria justru menikmati 30 variasi ciuman, dan kesemuanya tak melibatkan lidah.
6. Pria ingin mencapai kepuasan seks secepat mungkin
kalau yang ini bukan mitos. saat melakukan hubungan seks, pria memang tak sabar untuk segera mencapai kenikmatan. Bagi Anda para perempuan, coba kontrol hasrat pasangan Anda yang menggebu, sehingga Anda berdua mendapatkan kenikmatan yang sama.
Zakat Fitrah
ALHAMDULILLAH, kita masih diberi kesempatan dan kekuatan oleh Allah sehingga bisa merasakan saum sampai pada hari kedua puluh. Semoga amalan-amalan di sepuluh hari terakhir Ramadan dapat dipacu, apalagi Nabi Muhammad mengisyaratkan datangnya Lailatulqadar.
Puncak ibadah adalah saum Ramadan. Dalam salah satu hadis Rasulullah saw. menyatakan, "Qod ja-a kum syahrun adzim, syahru mubarakun (kini telah datang bulan agung, bulan yang diberkahi)." Salah satu ibadah yang menyertai saum Ramadan adalah membayar zakat fitrah. Di antara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah firman Allah SWT, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat (Q.S. Al-A`la: 14-15)."
Hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abbas, "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum Muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fitrah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan salat Id (Hari Raya), setelah salat subuh." (Muttafaq Alaih)
Setiap Muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha` (sekitar 2,5 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya, selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum salat Id setelah salat subuh, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah Hari Raya. Dari Ibnu Abbas r.a., "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci orang yang bersaum dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum salat Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah salat Id, maka ia adalah sedekah biasa." (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah, diriwayatkan pula Al Hakim, hadis sahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Di antara hikmah disyariatkannya zakat fitrah adalah, pertama, zakat fitrah merupakan zakat diri karena Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya. Kedua, zakat fitrah merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin, sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah SWT, dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya. Ketiga, hikmah paling agung adalah tanda syukur orang yang saum kepada Allah atas nikmat ibadah saum (lihat Al Irsyaad Ila Ma`rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa`di halaman 37). Keempat, pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, serta sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Kebahagiaan dan kegembiraan kaum Mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya. "Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Q.S. Yunus: 58)
Sebagian orang bijak berujar, "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah, kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa senang dengan Tuhannya." Ketika Nabi saw. tiba di Madinah, kaum Ansar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya. Maka, Nabi bersabda, "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) Idulfitri dan Iduladha." (H.R. Abu Daud dan An-Nasa`i dengan Sanad Hasan)
Hadis ini menunjukkan rasa sukacita di hari raya adalah sunah dan disyariatkan. Diperkenankan memperluas hari raya tersebut secara menyeluruh, kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan. Pada dasarnya, kaum Mukminin mempunyai tiga hari raya, yakni hari raya yang selalu datang setiap pekan dan dua hari raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun. Adapun hari raya yang selalu datang tiap pekan adalah hari Jumat, sebagai pelengkap (penyempurna) bagi salat wajib lima kali.
Sementara itu, dua hari raya yang tidak berulang dalam waktu setahun adalah Idulfitri, sebagai pelengkap saum Ramadan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum Muslimin merampungkan saum wajibnya, mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api neraka. Ketiga, Iduladha sebagai Hari Raya Kurban adalah penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima. Bila kaum Muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari raya kaum Muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya, berupa ganjaran dan pahala.
Semoga amal ibadah kita selama Ramadan menjadi kafarat (penebus) dosa-dosa dari Ramadan yang telah lalu hingga Ramadan saat ini. Semoga di hari raya ini, kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang kembali pada fitrah.***
ALHAMDULILLAH, kita masih diberi kesempatan dan kekuatan oleh Allah sehingga bisa merasakan saum sampai pada hari kedua puluh. Semoga amalan-amalan di sepuluh hari terakhir Ramadan dapat dipacu, apalagi Nabi Muhammad mengisyaratkan datangnya Lailatulqadar.
Puncak ibadah adalah saum Ramadan. Dalam salah satu hadis Rasulullah saw. menyatakan, "Qod ja-a kum syahrun adzim, syahru mubarakun (kini telah datang bulan agung, bulan yang diberkahi)." Salah satu ibadah yang menyertai saum Ramadan adalah membayar zakat fitrah. Di antara dalil yang menganjurkan untuk menunaikan zakat fitrah adalah firman Allah SWT, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat (Q.S. Al-A`la: 14-15)."
Hadis sahih yang diriwayatkan Ibnu Abbas, "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum Muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fitrah tersebut) ditunaikan sebelum orang-orang melakukan salat Id (Hari Raya), setelah salat subuh." (Muttafaq Alaih)
Setiap Muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha` (sekitar 2,5 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan untuk diri dan keluarganya, selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum salat Id setelah salat subuh, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat fitrah setelah Hari Raya. Dari Ibnu Abbas r.a., "Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci orang yang bersaum dari kesia-siaan dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum salat Id, maka zakatnya diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah salat Id, maka ia adalah sedekah biasa." (H.R. Abu Daud dan Ibnu Majah, diriwayatkan pula Al Hakim, hadis sahih menurut kriteria Imam Al-Bukhari.)
Di antara hikmah disyariatkannya zakat fitrah adalah, pertama, zakat fitrah merupakan zakat diri karena Allah memberikan umur panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya. Kedua, zakat fitrah merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun miskin, sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah SWT, dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya. Ketiga, hikmah paling agung adalah tanda syukur orang yang saum kepada Allah atas nikmat ibadah saum (lihat Al Irsyaad Ila Ma`rifatil Ahkaam, oleh Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa`di halaman 37). Keempat, pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, serta sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
Kebahagiaan dan kegembiraan kaum Mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan terhadap janji-Nya. "Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Q.S. Yunus: 58)
Sebagian orang bijak berujar, "Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah, kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa senang dengan Tuhannya." Ketika Nabi saw. tiba di Madinah, kaum Ansar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya. Maka, Nabi bersabda, "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) Idulfitri dan Iduladha." (H.R. Abu Daud dan An-Nasa`i dengan Sanad Hasan)
Hadis ini menunjukkan rasa sukacita di hari raya adalah sunah dan disyariatkan. Diperkenankan memperluas hari raya tersebut secara menyeluruh, kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan. Pada dasarnya, kaum Mukminin mempunyai tiga hari raya, yakni hari raya yang selalu datang setiap pekan dan dua hari raya yang masing-masing datang sekali dalam setiap tahun. Adapun hari raya yang selalu datang tiap pekan adalah hari Jumat, sebagai pelengkap (penyempurna) bagi salat wajib lima kali.
Sementara itu, dua hari raya yang tidak berulang dalam waktu setahun adalah Idulfitri, sebagai pelengkap saum Ramadan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum Muslimin merampungkan saum wajibnya, mereka berhak mendapatkan ampunan dari Allah dan terbebas dari api neraka. Ketiga, Iduladha sebagai Hari Raya Kurban adalah penyempurna ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima. Bila kaum Muslimin merampungkan ibadah hajinya, niscaya diampuni dosanya.
Inilah macam-macam hari raya kaum Muslimin di dunia, semuanya dilaksanakan saat rampungnya ketakwaan kepada Yang Maha Menguasai dan Yang Maha Pemberi di saat mereka berhasil memperoleh apa yang dijanjikan-Nya, berupa ganjaran dan pahala.
Semoga amal ibadah kita selama Ramadan menjadi kafarat (penebus) dosa-dosa dari Ramadan yang telah lalu hingga Ramadan saat ini. Semoga di hari raya ini, kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang kembali pada fitrah.***
Sabar Kunci Sukses
Siapakah yang disebut orang sabar? Yaitu orang yang ketika dihantam musibah, dengan penuh keyakinan mengatakan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Kami adalah milik Allah, segala urusan kembali kepada Allah." Bagaikan tukang parkir yang merasa tidak kecewa, saat mobil yang ditungguinya diambil si pemilik. Sebab, merasa tidak memiliki hanya merasa tertitipi, maka ia ikhlas. Ikhlas menganggap semua hanyalah titipan Allah, manusia tidak punya apa pun. Manusia hanya makhluk ciptaan-Nya yang hidup sebentar dan tidak lama kemudian mati.
Manusia tidak boleh merasa memiliki semuanya, kecuali hanya tertitipi. Oleh karena itu, kalau sakit tubuh ini maka itu juga sakit milik-Nya. Allah munguji manusia dengan sakit sebagai bahan evaluasi diri untuk bertobat. Sakit bisa menjadi ladang amal silaturahmi dengan dokter, berapa pun biaya yang dikeluarkan untuk membayarnya. Biaya itu adalah rezeki dari Allah, walaupun habis harta, tetapi semuanya memang hanya titipan Allah.
Anak misalnya, ada yang memiliki kekurangan, cacat, dan sebagainya. Anak bukan milik kita, anak adalah titipan Allah. Kita tidak usah minder dengan keterbatasannya dan jangan sombong oleh kelebihannya. Semuanya hanya titipan Allah, semua ada waktunya, semua ada ajalnya. Sabar bukan pasrah, sabar bukan lemah, sabar bukan pasif, sabar adalah keterampilan seseorang merespons kejadian apa pun, dengan sikap terbaik yang disukai Allah SWT.
Sabar merupakan akhlak paling utama, yang banyak mendapat perhatian Alquran. Imam Al-Ghazali berkata, "Allah swt menyebutkan, sabar di dalam Alquran lebih dari tujuh puluh tempat." Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad, "Sabar di dalam Alquran terdapat di sekitar sembilan puluh tempat." Sabar menurut bahasa, berarti menahan dan mengekang. Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah).
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami orang. Imam Al-Ghazali berkata, sabar itu ada dua. Pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Kedua al-shabru al-nafsi (kesabaran moral) dari syahwat naluri dan tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (nonfisik) bermacam-macam. Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah. Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah. Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr).
Sabar dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut). Sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional). Sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia). Sedangkan sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah).
Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar. Pada suatu hari, Rasulullah saw. ditanya tentang iman. Beliau menjawab iman adalah sabar. Sebab, kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. "Dan orang yang sabar dalam musibah, penderitaan, dan dalam peperangan, mereka itulah orang yang benar imannya, serta mereka itulah orang-orang yang bertaqwa." (Q.S. Al-Baqarah: 177).
Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Alquran menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga, dan sarana mendapatkan sambutan para malaikat. Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya.
Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Oleh karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki "kekuatan" untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar. Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat, sehingga selalu cenderung kepada kesucian Illahi dan mendekat kepada-Nya. Oleh karena itu, tidak memerlukan "kekuatan" yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.
Akan tetapi, manusia adalah makhluk yang dicipta dalam proses perkembangan merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah "kekuatan" yang diperlukan untuk melawan "kekuatan" yang lainnya. Akibatnya, terjadilah "pertempuran" antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.
Agama tidak akan tegak dan dunia tidak akan bangkit, kecuali dengan sabar. Sabar adalah kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat, kecuali dengan sabar.
Kedudukan seseorang ditentukan oleh kualitas kesabarannya. Pemimpin yang tidak sabar, pasti tidak akan berhasil memimpin dan akan jatuh akibat ketidaksabarannya. Oleh karena itu, orang yang tidak pernah sungguh-sungguh melatih kesabaran dalam kehidupan ini, maka akan menderita. Sebab, kesabaran membuat daya tahan yang luar biasa dan benar-benar memperindah pribadi seseorang.
Quraish Shihab dalam "Menyingkap Tabir Ilahi", menyebut kata "Asshabur" (Allah Maha Penyabar) berasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, shad, ba, dan ra. Makna dari kata ini, " menahan", "ketinggian sesuatu", dan "sejenis batu". Dari makna menahan, lahirlah makna konsisten/istikamah. Sebab, sikap menahan pandangannya terhadap suatu gejolak dinamai sabar.
Seseorang yang ditahan di penjara dan dia sabar sampai mati disebut mashburah. Dari makna kedua, lahir kata "shubr", yang berarti puncak sesuatu. Jadi, orang yang memiliki kesabaran yang tinggi, maka dia akan memiliki puncak kemuliaan. Dan dari makna yang ketiga, muncul kata "ash subrah" yakni "batu yang amat kukuh lagi kasar" atau bisa juga disebut dengan "potongan besi".
Apabila makna itu saling mengait, orang yang punya kemampuan sangat menahan diri, gigih, tangguh, maka dia akan punya tingkat kemuliaan, ketinggian kehormatan selaku manusia, dan dia akan memiliki ketahanan yang amat dahsyat.
Kesabaran amatlah berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada Allah, yaitu orang-orang yang apabla ditimpa musibah mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`un." Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka. Mereka itulah orang yang mendapat petunjuk (Q.S. Al-Baqarah: 156-157).
Ketidaksabaran timbul, ketika kita melihat makhluk terlalu hebat dan melihat makhluk sebagai sumber. Padahal, makhluk cuma jalan (perantara). Kalau fokus kita kepada makhluk, maka kualitas kesabaran kita bakal berkurang. Orang yang targetnya akhirat, maka kesabarannya akan meningkat. Sabar itu berat awalnya, tetapi manis akhirnya. Latihan sabar adalah kesungguhan. Latihan sabar adalah latihan kemuliaan. Sebab, tiada pahala yang terputus, kecuali pahala orang yang ahli sabar.***
Siapakah yang disebut orang sabar? Yaitu orang yang ketika dihantam musibah, dengan penuh keyakinan mengatakan, "Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Kami adalah milik Allah, segala urusan kembali kepada Allah." Bagaikan tukang parkir yang merasa tidak kecewa, saat mobil yang ditungguinya diambil si pemilik. Sebab, merasa tidak memiliki hanya merasa tertitipi, maka ia ikhlas. Ikhlas menganggap semua hanyalah titipan Allah, manusia tidak punya apa pun. Manusia hanya makhluk ciptaan-Nya yang hidup sebentar dan tidak lama kemudian mati.
Manusia tidak boleh merasa memiliki semuanya, kecuali hanya tertitipi. Oleh karena itu, kalau sakit tubuh ini maka itu juga sakit milik-Nya. Allah munguji manusia dengan sakit sebagai bahan evaluasi diri untuk bertobat. Sakit bisa menjadi ladang amal silaturahmi dengan dokter, berapa pun biaya yang dikeluarkan untuk membayarnya. Biaya itu adalah rezeki dari Allah, walaupun habis harta, tetapi semuanya memang hanya titipan Allah.
Anak misalnya, ada yang memiliki kekurangan, cacat, dan sebagainya. Anak bukan milik kita, anak adalah titipan Allah. Kita tidak usah minder dengan keterbatasannya dan jangan sombong oleh kelebihannya. Semuanya hanya titipan Allah, semua ada waktunya, semua ada ajalnya. Sabar bukan pasrah, sabar bukan lemah, sabar bukan pasif, sabar adalah keterampilan seseorang merespons kejadian apa pun, dengan sikap terbaik yang disukai Allah SWT.
Sabar merupakan akhlak paling utama, yang banyak mendapat perhatian Alquran. Imam Al-Ghazali berkata, "Allah swt menyebutkan, sabar di dalam Alquran lebih dari tujuh puluh tempat." Ibnul Qoyyim mengutip perkataan Imam Ahmad, "Sabar di dalam Alquran terdapat di sekitar sembilan puluh tempat." Sabar menurut bahasa, berarti menahan dan mengekang. Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah).
Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami orang. Imam Al-Ghazali berkata, sabar itu ada dua. Pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Kedua al-shabru al-nafsi (kesabaran moral) dari syahwat naluri dan tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (nonfisik) bermacam-macam. Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah. Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah. Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu, kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr).
Sabar dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut). Sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional). Sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia). Sedangkan sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah).
Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar. Pada suatu hari, Rasulullah saw. ditanya tentang iman. Beliau menjawab iman adalah sabar. Sebab, kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting. "Dan orang yang sabar dalam musibah, penderitaan, dan dalam peperangan, mereka itulah orang yang benar imannya, serta mereka itulah orang-orang yang bertaqwa." (Q.S. Al-Baqarah: 177).
Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Alquran menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga, dan sarana mendapatkan sambutan para malaikat. Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya.
Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Oleh karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki "kekuatan" untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar. Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat, sehingga selalu cenderung kepada kesucian Illahi dan mendekat kepada-Nya. Oleh karena itu, tidak memerlukan "kekuatan" yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.
Akan tetapi, manusia adalah makhluk yang dicipta dalam proses perkembangan merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah "kekuatan" yang diperlukan untuk melawan "kekuatan" yang lainnya. Akibatnya, terjadilah "pertempuran" antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.
Agama tidak akan tegak dan dunia tidak akan bangkit, kecuali dengan sabar. Sabar adalah kebutuhan duniawi keagamaan. Tidak akan tercapai kemenangan di dunia dan kebahagaiaan di akhirat, kecuali dengan sabar.
Kedudukan seseorang ditentukan oleh kualitas kesabarannya. Pemimpin yang tidak sabar, pasti tidak akan berhasil memimpin dan akan jatuh akibat ketidaksabarannya. Oleh karena itu, orang yang tidak pernah sungguh-sungguh melatih kesabaran dalam kehidupan ini, maka akan menderita. Sebab, kesabaran membuat daya tahan yang luar biasa dan benar-benar memperindah pribadi seseorang.
Quraish Shihab dalam "Menyingkap Tabir Ilahi", menyebut kata "Asshabur" (Allah Maha Penyabar) berasal dari akar kata yang terdiri atas tiga huruf, shad, ba, dan ra. Makna dari kata ini, " menahan", "ketinggian sesuatu", dan "sejenis batu". Dari makna menahan, lahirlah makna konsisten/istikamah. Sebab, sikap menahan pandangannya terhadap suatu gejolak dinamai sabar.
Seseorang yang ditahan di penjara dan dia sabar sampai mati disebut mashburah. Dari makna kedua, lahir kata "shubr", yang berarti puncak sesuatu. Jadi, orang yang memiliki kesabaran yang tinggi, maka dia akan memiliki puncak kemuliaan. Dan dari makna yang ketiga, muncul kata "ash subrah" yakni "batu yang amat kukuh lagi kasar" atau bisa juga disebut dengan "potongan besi".
Apabila makna itu saling mengait, orang yang punya kemampuan sangat menahan diri, gigih, tangguh, maka dia akan punya tingkat kemuliaan, ketinggian kehormatan selaku manusia, dan dia akan memiliki ketahanan yang amat dahsyat.
Kesabaran amatlah berbanding lurus dengan tingkat keyakinan kepada Allah, yaitu orang-orang yang apabla ditimpa musibah mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`un." Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka. Mereka itulah orang yang mendapat petunjuk (Q.S. Al-Baqarah: 156-157).
Ketidaksabaran timbul, ketika kita melihat makhluk terlalu hebat dan melihat makhluk sebagai sumber. Padahal, makhluk cuma jalan (perantara). Kalau fokus kita kepada makhluk, maka kualitas kesabaran kita bakal berkurang. Orang yang targetnya akhirat, maka kesabarannya akan meningkat. Sabar itu berat awalnya, tetapi manis akhirnya. Latihan sabar adalah kesungguhan. Latihan sabar adalah latihan kemuliaan. Sebab, tiada pahala yang terputus, kecuali pahala orang yang ahli sabar.***
Langganan:
Postingan (Atom)