Bagaimana Burung Bisa Terbang?

Hmmm... asyik ya kalau kita bisa terbang. Bisa meluncur, menukik, dan membelok di udara seperti burung. Tahukah kalian bagaimana sepasang sayap mampu membuat burung terbang mengangkasa melawan gravitasi bumi? Sobat, semua itu berkat bulu-bulu sayap yang ringan. Tuhan memang merancang sayap burung benar-benar untuk terbang. Bentuknya meruncing dan melengkung seperti sayap pesawat. Tepi depannya tebal dan tumpul, sedangkan tepi belakang menyempit seperti pisau. Bentuk seperti itu ada tujuannya, lho. Bentuk sayap meruncing bertujuan mengatasi hambatan udara, sedangkan untuk melawan gravitasi bumi, burung menciptakan daya angkat mengandalkan bentuk sayapnya yang melengkung. Akibatnya, burung bisa dengan mudah menerobos hadangan angin.

Soal cara lepas landas, burung punya gaya macam-macam. Tetapi, apapun gayanya, semua bertujuan sama, yakni untuk mencapai kekuatan maju sebagai awal penerbangan. Beberapa burung melesat ke udara dengan membengkokkan dan menyentakkan kaki di tempatnya berpijak, lalu meloncat terbang.

Sobat, gaya bebek lain lagi. Seperti pesawat jet, ia meluncur di air dan mendorong kakinya. Cara itu menghasilkan tenaga besar yang membuatnya melesat ke udara. Sementara angsa, sebelum terbang berlari dulu beberapa saat di atas air. Burung elang dan nasar berlari cepat, dan burung kuntul merentangkan leher panjangnya untuk menghasilkan tenaga hentakan yang besar.

Kalau sudah sukses lepas landas, burung mengudara sambil mengepakkan sayap. Pangkal sayapnya tetap digunakan untuk menghasilkan daya angkat, sehingga ia tetap berada di atas. Lalu, bagian ujung sayap dan ekor yang dilengkapi bulu terbang berfungsi sebagai pengendali serta baling-baling. Wow... teknik penerbangan mereka ternyata canggih juga ya.

Selain kepakan sayap, burung juga mampu beraksi meluncur dan membubung tinggi. Jika mau irit tenaga, meluncur adalah pilihan paling tepat. Seberapa jauh burung bisa meluncur? Ya ... itu sih tergantung gaya gravitasi dan keadaan udara. Kalau gaya gravitasi bumi terasa semakin besar, mau tak mau burung harus berkepak lagi.

Mungkin kalian pernah menyaksikan burung gereja terbang meninggi, padahal sayapnya tidak berkepak sama sekali. Itulah yang disebut terbang membubung. Terbang model ini menuntut burung untuk pandai-pandai nabung energi, memanfaatkan naiknya arus udara yang disebut termal.

Pada hari terik, dari pemanasan bumi timbullah arus angin membentuk pipa, mengarah ke atas disusul dengan angin dingin, terjadilah gelembung besar. Naiknya angin panas demikian kuatnya, sehingga burung gereja yang berputar-putar di dalamnya bisa ikut naik tanpa harus mengepakkan sayap.

Sobat, bentuk sayap burung menentukan kemampuan terbangnya. Burung-burung bersayap panjang dan melengkung seperti camar laut, elang, atau albatros (burung pemakan bangkai), sangat ahli dalam hal terbang meluncur dan membubung. Burung layang-layang yang terbangnya cepat memiliki sayap sempit dan runcing. Sedangkan puyuh yang bersayap pendek dan lebar mampu lepas landas sangat cepat dan terbang dengan cepat pula. Namun, si puyuh ini gampang loyo, dan kekuatan terbangnya tidak tahan lama. Sedangkan burung sriti yang sayapnya meruncing tajam dan langsing pada ujungnya, bisa beraksi menukik seperti pesawat tempur.

Secara alamiah, bulu burung mengalami kerontokan. Burung dewasa "berganti baju" setahun sekali sesudah musim persarangan. Di negara empat musim, burung bertukar bulu pada akhir musim panas.

Yeah sobat, begitulah kisah sang burung dengan berbagai teknik dan keahlian terbangnya. Ternyata penerbangan mereka tidak sesederhana seperti yang kita bayangkan, ya! (Arrigo Hagi Rushdie/sumber: Ensiklopedi Britannica)***