Memilih Pemimpin yang Amanah

SEBENTAR lagi, bangsa Indonesia akan melaksanakan pemilihan presiden dan wakil presiden untuk menentukan kemajuan bangsa ini, lima tahun mendatang. Genderang kampanye telah ditabuh, janji-janji telah ditebar. Semua capres dan cawapres menjanjikan kesejahteraan bagi rakyatnya, keadilan, pendidikan gratis/murah, kesehatan yang terjangkau, dan mengangkat harkat dan martabat bangsa yang terpuruk, yang disebabkan oleh korupsi yang masih merajalela, kemiskinan yang menjadi momok, sempitnya lapangan pekerjaan, serta segudang janji lainnya.

Kemudian, yang sering kita dengar dari janji mereka adalah jika mendapat amanat dari rakyat, mereka akan melaksanakannya dengan seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya. Akan tetapi kenyataannya, sering kali mereka mengkhianati janjinya sendiri.

Untuk mencari orang yang mempunyai integritas baik, tidaklah gampang, harus jeli dan teliti. Tidak jarang kita tertipu penampilan serta kata-kata manis yang membius pikiran dan perasaan kita, padahal hatinya busuk dan kotor. Sebagaimana diceritakan dalam sebuah hadis, tatkala Rasulullah saw. dan para sahabat berkumpul, lewatlah seorang pemuda tampan, berpenampilan perlente bagaikan cerdik pandai. Kemudian, Rasul bertanya kepada para sahabat, "Bagaimana pendapat kalian tentang orang tadi?" Para sahabat menjawab pasti, "Dia orang kaya, baik, pintar, dan jika meminang anak orang, pasti langsung diterima."

Kemudian, lewat lagi di depan mereka orang yang sederhana, agak sedikit kumuh, dan rasul bertanya lagi tentang orang yang kedua. Para sahabat menjawab, "Pasti dia orang bodoh dan derajatnya rendah." Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang kedua tadi, jauh lebih baik daripada orang yang pertama."

Bagaimana kita memilih calon pemimpin, padahal semuanya mengaku terbaik, tepercaya, terpeduli, dan segudang pengakuan lainnya. Kriteria yang barangkali dapat dijadikan renungan untuk memilih calon pemimpin yang amanah, di antaranya sebagai berikut.

1. Pemimpin yang dipercaya

Allah berfirman dalam Alquran: "Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kalian untuk menunaikan amanah itu kepada pemiliknya." (Q.S. An-Nisa: 58).

Setiap kita adalah pemimpin. Seorang kepala keluarga adalah pemimpin. Apalagi presiden yang memimpin ratusan juta penduduk seperti negara Indonesia, tugas dan tanggung jawabnya sangatlah besar, sehingga pertanggungjawabannya kelak di akhirat amat besar dan rumit. Oleh sebab itu, jika kita mendapat amanat sekecil apa pun, kita diperintahkan untuk mengembalikan kepada pemiliknya. Untuk bisa berbuat seperti itu, diperlukan integritas yang sangat tinggi dari seorang pemimpin.

Integritas adalah sebuah kejujuran. Seseorang yang mempunyai integritas tidak pernah berbohong. Menyatunya kata dan perbuatan menghasilkan kepercayaan dari yang dipimpinnya. Seperti Rasulullah saw., satu-satunya manusia di dunia ini yang dari dulu hingga akhir zaman mendapat gelar Al-Amin (orang yang dapat dipercaya).

Beliau dicintai dan disayangi kaumnya. Tatkala bangsa-bangsa Quraisy kebingungan mencari pemimpin yang bisa dipercaya dan adil untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya ketika terjadi bencana, dipilihlah Muhammad karena beliaulah manusia yang sejak kecil hingga dewasa tidak pernah bohong, adil, dan bisa dipercaya untuk menyatukan kaum Quraisy saat itu.

Bangsa ini sedang dirundung banyak masalah. Diperlukan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi, sehingga dapat dipercaya dan bisa membangun rakyatnya bersama-sama, mengangkat keterpurukan negeri tercinta ini menjadi negara yang bermartabat dan terhormat, serta sejahtera lahir dan batin.

Sering kali kita dibuat tercengang dan nyaris tak percaya tatkala disampaikan kepada publik tentang harta kekayaan calon pemimpin yang bernilai puluhan miliar, ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah, jika dibandingkan dengan penghasilan/gaji yang diterima selama ini, bahkan dari hasil usahanya sekali pun. Dari mana semuanya itu? Hanya dirinya dan Allah yang tahu. Semoga semuanya diperoleh dengan cara yang halal.

Hanya Allah sudah memperingatkan kepada kita dalam firman-Nya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian melakukan khianat (curang) kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengkhianati amanat-amanat di antara kalian, padahal kalian mengetahui." (Q.S. Al-Anfal: 27).

Yang tidak kalah pentingnya untuk melihat pemimpin yang mempunyai kejujuran yang tinggi, salah satunya, lihatlah ketaatannya/kewajibannya kepada Tuhan. Alhamdulillah, capres-cawapres kita semuanya Muslim dan hampir semua bergelar haji dan hajah. Coba perhatikan kebiasaan sehari-hari tentang salatnya. Kalau kewajiban kepada Tuhannya ditaati dengan tepat waktu, itu salah satu pertanda dia memegang amanah. Akan tetapi jika sebaliknya, boro-boro amanah rakyat dipenuhi, amanah Tuhannya saja diabaikan. Harta kekayaan semua capres-cawapres miliaran bahkan triliunan rupiah. Bagaimana dengan zakatnya? Kalau mereka selama ini telah membayar zakatnya, berarti mereka telah benar-benar memperhatikan nasib orang miskin.

2. Pemimpin yang mencintai dan dicintai

Dalam kondisi yang serba terpuruk, rakyat miskin ada di mana-mana, baik di kota maupun di desa dan jumlahnya puluhan juta. Mereka tidak tahu hari ini makan apa, sementara mencari nafkah juga teramat sulit. Karenanya, dibutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai kepedulian yang teramat besar dengan belaian kasih sayang tinggi dan tidak hanya mengobral janji saat kampanye.

Mari kita tengok sejenak contoh Rasulullah saw. memperlakukan orang miskin, sekalipun orang tersebut membencinya dan setiap hari mencaci makinya. Diceritakan seorang gelandangan Yahudi buta yang tinggal di pinggiran Pasar Madinah, yang setiap hari mencaci-maki Rasul. Namun, Rasul tidak sedikit pun sakit hati, justru setiap hari membawakan makanan dan menyuapinya dengan lemah lembut hingga beliau wafat.

Setelah Rasulullah saw. wafat, Abu Bakar yang melanjutkan membawakan makanan dan menyuapi Yahudi tersebut. Namun, Yahudi tersebut merasakan perbedaan kelembutan dan kasih sayang yang diterimanya. Maka, orang tersebut bertanya, siapa kalian? Kok, cara menyuapinya tidak selembut biasanya. Saya Abu Bakar dan yang biasa menyuapimu kemarin, adalah Muhammad saw., yang biasa kamu caci-maki. Maka menangislah Yahudi tersebut dan akhirnya masuk Islam.

Dalam konteks sekarang, yang dibutuhkan pastinya tidak persis seperti apa yang dilakukan Rasululah. Namun, yang diperlukan adalah perhatian yang sangat besar terhadap orang miskin, agar mereka sejahtera lahir batinnya. Cara menyuapinya adalah memberikan pekerjaan sehingga mereka mendapatkan penghasilan untuk menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Sedangkan kelembutan dan kasih sayang yang diperlukan oleh rakyat, adalah memfasilitasi dan mempermudah izin, agar rakyat dapat berusaha dengan tenang.

Hal tersebut bisa dijalankan, apabila kita menjalankan kepemimpinan dengan prinsip bismillah, yang selalu menghargai setiap individu, setiap kelompok, dan setiap golongan, tanpa membedakan satu sama lain. Dia akan bersikap rahman dan rahim kepada setiap orang. Kepemimpinan Rasulullah saw. sukses cemerlang. Hingga kini beliau diakui sebagai orang nomor satu di dunia yang paling berpengaruh. Dakwah beliau berkembang pesat, sebenarnya karena keteladanan Nabi Muhammad saw. yang begitu memukau. ***