Menghina Bangsa Sendiri

Benar apa yang dikatakan presiden, boleh memuji bangsa lain, tetapi jangan menghina bangsa sendiri. Namun, harus segera ditambahkan tumbuhkanlah sikap saling menghargai di antara berbagai komponen bangsa ini.

Boleh memuji bangsa lain, tetapi jangan menghina bangsa sendiri. Kalimat bersayap ini diucapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika membuka Rembuk Nasional (National Summit) 2009 di Jakarta. Presiden berpendapat bangsa ini akan sukses jika berhasil memadukan tiga komponen yang dimilikinya, yakni tidak mudah menyerah, berpegang pada persatuan dan kebersamaan, serta teguh berpijak pada jati dirinya.

Kita harus berani mengakui sudah lama bangsa ini bersengketa tentang berbagai masalah yang memang penting untuk diperdebatkan. Cuma sayangnya, perdebatan seperti itu cenderung dibiarkan berlarut-larut dan bahkan diulang-ulang. Berapa banyak produk undang-undang yang susah payah diloloskan di DPR, tetapi setelah disahkan malah menimbulkan kontroversi. Anehnya, dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama terbit lagi produk seperti itu.

Dalam sengketa antara Polri dan KPK yang masih berlangsung pun, kesan seperti itu tertangkap oleh masyarakat. Kedua lembaga yang mestinya seiring sejalan dalam mengawal dan melaksanakan ketentuan hukum tersebut, khususnya di dalam memberantas korupsi, malah saling hantam. Meski sudah telanjur seperti itu, masyarakat mengharap kredibilitas kedua lembaga tersebut cepat dipulihkan sebab kalau dibiarkan berlarut-larut tidak akan ada manfaatnya.

Di sinilah pentingnya kita memaknai kalimat bersayap yang dikemukakan Presiden di atas. Meski sudah terkesan sebagai jargon politik tanpa makna, tetapi kesadaran bahwa kita adalah bangsa yang (memiliki potensi sangat) besar tidak ada salahnya untuk dihidupkan kembali. Bukan sebagai kebanggaan hampa, melainkan sebagai kesadaran dalam memikul tanggung jawab secara bersama-sama. Tumbuhkan sikap saling menghargai dan jauhi saling menghina.

Rembuk Nasional 2009 diselenggarakan dengan tujuan utama sebagai wadah untuk mengungkapkan dan mencari solusi atas berbagai hambatan di dunia usaha. Namun, masyarakat mengharap apa yang disepakati dalam wadah tersebut akan mampu menimbulkan efek yang lebih luas. Dunia usaha tidak mungkin bergerak sendiri tanpa dukungan politik. Sementara kebijakan politik tidak akan dapat dijalankan dengan mantap tanpa landasan hukum yang kokoh dan berpihak pada kepentingan rakyat.

Keberpihakan seperti itulah yang masih jauh panggang dari api. Masih ada kesan yang cukup kuat bahwa pemerintah merasa pintar sendiri. Kritik kalangan sipil terhadap diselenggarakannya Rembuk Nasional yang tidak mengajak serta mereka mesti dipahami pemerintah dengan sikap bijaksana. Pemerintah pun mesti dengan lapang dada mengakui dalam beberapa kasus keputusannya ternyata keliru.

Benar apa yang dikatakan Presiden, boleh memuji bangsa lain, tetapi jangan menghina bangsa sendiri. Namun, harus segera ditambahkan tumbuhkanlah sikap saling menghargai di antara berbagai komponen bangsa ini. Saat ini, masih ada kecenderungan bahkan pemerintah sendiri lebih menghargai pendapat atau saran dari bangsa lain ketimbang yang dikemukakan oleh bangsanya sendiri.

Yang mesti segera diberi catatan di sini adalah munculnya kesadaran masyarakat sipil dalam memberikan kontribusi terhadap berbagai masalah besar yang menyangkut kepentingan bersama sebagai bangsa. Semangat reformasi yang didasari oleh keinginan untuk tidak mengulang kesalahan di masa lalu telah ikut menumbuhkan semangat bahwa masa depan bangsa ini mesti diurus dengan baik. Salah satu konsekuensinya, masyarakat sipil terkesan bawel. Dalam situasi seperti itu, wajar kalau lembaga-lembaga pemerintah menjadi sasaran utama untuk dikomentari dan dikritik.

Kalau kepolisian merasa diadili media massa sehingga kemudian menetapkan menahan kedua tersangka KPK, sudah pasti masalahnya tidak demikian. Masyarakat sipil yang bawel mestinya dihargai sebagai partisipasi yang positif sebab tujuannya pun hanya mengingatkan. Opini masyarakat yang kemudian timbul sebagai akibatnya, justru merupakan bagian penting dalam menata pilar-pilar demokrasi yang telah sama-sama kita muliakan.

Soalnya, dalam menata aturan bernegara yang demokratis semua pihak sudah sepakat untuk saling mengingatkan. Bahkan, justru di situlah salah satu asas mengapa sistem demokrasi kita sepakati untuk menjadi pilihan bersama. Asas-asas demokrasi ditegakkan dengan kesadaran bahwa di satu sisi kita membutuhkan sebuah sistem kekuasaan yang kuat, namun di balik itu muncul pula kekhawatiran jika kekuasaan dibiarkan menjadi sangat kuat justru akan meruntuhkan asas-asas demokrasi itu sendiri.

Presiden Yudhoyono yang sangat berkepentingan agar masa pemerintahannya selama lima tahun ke depan mampu menghasilkan prestasi yang cemerlang sudah menyampaikan ajakan. Makna dari ajakan tersebut, yakni jangan menghina bangsa sendiri adalah satu keinginan yang bernilai luhur sebab di dalamnya terkandung makna martabat yang harus dipertaruhkan dengan sungguh-sungguh.***