Memupuk Ikhlas Meraih Takwa

ADA banyak persoalan yang menghadang di depan kita, entah itu masalah pribadi, keluarga, ataupun yang lebih luas dari itu. Sebanding dengan banyaknya masalah, banyak pula cara yang dapat kita lakukan untuk menyelesaikannya. Bisa mengandalkan kecerdasan akal, kemampuan fisik, harta kekayaan, sanak saudara, atau teman-teman. Namun, tidak ada yang paling ampuh selain pertolongan Allah, karena tidak ada satu pun masalah yang terjadi, kecuali atas izin-Nya. Semuanya ada dalam genggaman Allah. Jika demikian, alangkah mudahnya bagi Allah untuk membuka jalan kemudahan bagi siapa pun yang ditimpa masalah.

Oleh karena itu, masalah terbesar dalam hidup, saat kita tidak mendapatkan pertolongan Allah. Seberat apa pun persoalan, akan menjadi ringan apabila ditolong Allah. "Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya, Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Q.S. ath-Thalaaq [65]: 2-3)

Jadi, kunci pembuka pertolongan Allah ada pada takwa. Apabila kita senantiasa terus berupaya meningkatkan ketakwaan, insya Allah, pintu-pintu pertolongan Allah akan semakin terbuka lebar. Sebaliknya, apabila semakin ingkar, pintu-pintu pertolongan Allah semakin tertutup. Na’udzubillah.

Imam Ibnu Atha’ilah menegaskan pesan takwa ini, "Jangan menuntut Allah karena terlambatnya permintaan yang telah engkau panjatkan kepada-Nya. Namun, hendaknya engkau koreksi diri dan tuntut dirimu agar tidak terlambat melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhanmu."

Istikamah dalam beramal merupakan bagian dari proses menuju keikhlasan dan ketakwaan. Ibadah yang dilakukan hanya sewaktu-waktu, tidak kontinu, dan sesuai dengan keadaan, adalah tanda keikhlasan yang belum sempurna. Pada umumnya, aktivitas ibadah yang dilakukan tidak secara rutin lebih dimotivasi oleh kondisi lahir dan urusan duniawi. Pendekatan diri kepada Allah dilakukan ketika sedang butuh, mengalami kesulitan, tertimpa musibah, dan mengalami ujian. Ia meminta agar Allah menolong dan membantunya meringankan penderitaan, tetapi ketika semua kesulitan itu telah hilang, ia meninggalkan amal-amal ibadah yang sebelumnya dilakukan.

"Dan apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu, memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (Q.S. Yunus [10]: 12)

Hamba Allah yang ikhlas—yang tetap istikamah melakukan ibadah dan amal saleh—ketika diberi kesulitan, ia duduk bersimpuh dan sujud memohon pertolongan Allah. Ketika diberi kelapangan, ia akan semakin banyak bersyukur dan mendekat kepada Allah yang melapangkan kehidupannya. Untuk itu, mari berusaha menjadi wanita ikhlas karena kekuatan wanita yang sesungguhnya terdapat pada keikhlasannya.

Wanita dengan segala hak dan kewajibannya, menjadikan ia harus berjuang tiada henti. Bagaimana tidak, dalam 24 jam, rata-rata wanita kuat menjalani pekerjaan domestik seperti menyiapkan perlengkapan suami, mengurus anak, memasak, dan menyelesaikan pekerjaan rumah, belum lagi jadwal pengajian, kegiatan sosial, dan segala jenis kegiatan lainnya. Apabila semua itu dilakukan tanpa landasan keikhlasan untuk meraih ketakwaan dan hanya mengharap rida Allah, tentu alangkah sayangnya.

Kecantikan batin adalah keikhlasan dan tekad untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Wanita yang senantiasa memelihara ketakwaan akan dapat mengalahkan kecantikan yang hanya dimiliki secara lahiriah. Inilah senjata ampuh untuk wanita agar selalu menjadi percaya diri, karena kepada Allah-lah tujuan hidupnya dipersembahkan. Dalam Alquran, Allah Swt. berfirman, "Sesungguhnya, kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui." (Q.S. al-Baqarah [2]:103)

Adapun Rasulullah saw. dalam sebuah hadis bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh-tubuh kalian, juga penampilan kalian, tetapi melihat hati dan perbuatan kalian. Takwa itu di sini, takwa itu di sini, beliau pun menunjuk dadanya." (H.R. Bukhari-Muslim)

Inilah bukti keadilan Allah, ternyata yang memiliki tempat dan derajat tertinggi di sisi Allah, bukan karena kecantikan dan kemolekan, melainkan yang menentukannya adalah ketakwaan. Carilah seribu macam cara untuk mendapatkan nilai takwa dan berlomba-lombalah dalam kebajikan. Keindahan wanita tidak hanya dari segi fisik, tetapi seharusnya tecermin dari dalam (inner beauty), yakni mempunyai kecantikan ruhiah; cerdas emosional, cerdas spiritual, dan cerdas intelektual. Itulah kecantikan yang sebenarnya. Sabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya Allah Swt tidak memandang postur tubuhmu dan tidak pula pada kedudukan maupun harta kekayaanmu, tetapi Allah memandang hatimu. Barangsiapa memiliki hati yang saleh, Allah menyukainya. Manusia yang paling dicintai Allah ialah yang paling bertakwa." (H.R. Muslim)

Sahabat yang dirahmati Allah, ketakwaan yang dipupuk melalui keikhlasan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, akan menumbuhkan semangat pantang menyerah, pantang mengeluh, dan pantang menjadi beban. Ingatlah bahwa hati bisa menjadi bersih atau kotor bergantung pada bagaimana cara kita membawanya. Manusia dengan akalnya dapat memilih apakah akan dibawa ke jalan takwa atau sebaliknya. Semoga Allah Yang Maha Menguasai hati ini, senantiasa membimbing kita ke jalan takwa. Amin. Wallahua’lam.***