Pembentukan Karakter Bangsa

Fenomena kejahatan yang terjadi terkadang notabene dilakukan oleh orang yang sedang atau pernah mengenyam bangku sekolah. Ada apa gerangan? Apa di sekolah tidak ditanamkan budaya yang baik. Hal ini seolah memberikan gambaran tentang semakin biasnya penerapan budaya sekolah atau akademik dan pembentukan karakter. Mestinya, pendidikan menjadi kekuatan untuk mengubah keridakberaturan ke arah keteraturan, kebobrokan moral menuju makarimal akhlak, kekeringan spiritual ke arah power of spiritualism, dan seterusnya.

Sebab, salah satu keunikan dan keunggulan suatu sekolah adalah memiliki budaya sekolah yang kokoh, dan tetap eksis. Perpaduan semua unsur baik siswa, guru, dan orang tua yang bekerja sama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sekolah unggul dan favorit di masyarakat.

Oleh karena itu, salah satu solusinya tidak ada lain adalah mengokohkan budaya sekolah di kalangan stakeholders sekolah. Banyak sekali nilai-nilai sosial budaya yang harus dibangun di sekolah. Sekolah adalah ibarat taman yang subur tempat menanam benih-benih nilai-nilai sosial budaya tersebut. Ingin menanam benih-benih kejujuran dalam masyarakat? Tanamlah di sekolah. Demikian seterusnya dengan benih-benih nilai-nilai sosial budaya lainnya.

Pertama, kebiasaan menggosok gigi. Kebiasaan ini sangat islami. Nabi Muhammad saw. selalu melakukan "siwak" dalam kehidupan sehari-harinya. Ada nilai religius dan medis yang dapat dipetik dari kebiasaan ini. Ucapan yang baik akan berasal dari mulut yang bersih. Secara medis, gigi dan mulut yang bersih akan berdampak terhadap kesehatan otak kita. Hasilnya sama dengan tinjauan dari sudut pandang religius. Kedua, etika. Etika atau akhlakul karimah adalah tata aturan untuk bisa hidup bersama dengan orang lain. Kita hidup tidak sendirian, dilahirkan oleh dan dari orang lain yang bernama ibu dan ayah kita, dan kemudian hidup bersama dengan orang lain. Oleh karena itu, kita harus hidup beretika, menghormati diri sendiri dan orang lain.

Ketiga, kejujuran. Semua warga sekolah harus dilatih berbuat jujur, mulai jujur kepada dirinya sendiri, jujur kepada Tuhan, jujur kepada orang lain. Kejujuran itu harus dibangun di sekolah. Bukan sebaliknya. Dari tinjauan inilah barangkali KPK telah membuat program kantin kejujuran di ribuan sekolah di negeri ini. Konon, materi-materi mata pelajaran matematika modern seharusnya menghasilkan manusia yang jujur di negeri ini. Apalagi dengan materi pelajaran Pendidikan Agama. Keempat, kasih sayang. Seorang guru besar IKIP Surabayamenyatakan, tiga landasan pendidikan yang harus dibangun, yaitu kasih sayang, kepercayaan, dan kewibawaan. Kasih sayang telah melahirkan kepercayaan. Kepercayaan menghasilkan kepercayaan, dan kepercayaan akan menghasilkan kewibawaan.

Kelima, mencintai belajar. Mana yang lebih penting? Apakah menguasai pelajaran atau mencintai belajar? Learning how to learn, ternyata akan jauh lebih penting ketimbang bersusah payah menghafalkan bahan ajar yang selalu akan terus bertambah itu. Keenam, bertanggung jawab. Sering kali kita menuntut hak ketimbang tanggung jawab. Mahatma Gandhi mengingatkan bahwa semua hak itu berasal dari kewajiban yang telah dilaksanakan dengan baik. Itulah sebabnya maka kita harus memupuk rasa tanggung jawab ini sejak dini ini di lembaga pendidikan sekolah, bahkan dari keluarga.

Ketujuh, menghormati hak orang lain. Kita masih sering membeda-bedakan orang lain karena berbagai kepentingan. Kita tidak menghargai bahwa sebagian dari apa yang kita peroleh adalah hak orang lain. Kita masih lebih sering mementingkan diri sendiri ketimbang memberikan penghargaan kepada orang lain. Penghargaan kepada orang lain tidak boleh melihat perbedaan status sosial, ekonomi, agama, dan budaya. Kedelapan, mencintai pekerjaan. Ingin berbahagia selamanya, maka bekerjalah dengan senang hati. Ini adalah kata-kata mutiara yang selalu melekat di hati. Pekerjaan adalah bagian penting dari kehidupan ini. Siapa yang tidak bekerja adalah tidak hidup. Oleh karena itu, peserta didik harus diberikan kesadaran tentang pentingnya menghargai pekerjaan.

Kesembilan, suka bekerja keras. Ngobrol dan duduk santai adalah kebiasaan lama di perdesaan kita. Pagi-pagi masih berkerudung sarung. Padahal, setelah salat Subuh, kita diharuskan bertebaran di muka bumi untuk bekerja. Untuk ini, suka bekerja harus menjadi bagian dari pendidikan anak-anak kita di sekolah dan rumah. Kesepuluh, tepat waktu. Waktu adalah pedang, adalah warisan petuah para sahabat Nabi. Jam karet adalah istilah bangsa sendiri yang sampai saat ini kita warisi. (Ahmad Kusaeri, pemerhati dan praktisi pendidikan)***
Saatnya "Sang Hercules" Beristirahat

DALAM roman Yunani terkenal seorang tokoh protagonis bernama Hercules. Si manusia setengah dewa yang memiliki kekuatan hebat tak tertandingi. Hal itulah yang menginspirasi para perancang pesawat canggih yang banyak dimiliki dunia itu, termasuk Indonesia, yang menamai pesawat tersebut dengan ’Herculas The Plane of Century’.

Namun tak seperti Hercules dalam legenda. Pesawat satu ini pasti memiliki kelemahan dan tak selamanya menunjukan kegagahanya sebagai sang dewa besar. Ketika dunia mulai mengistirahatkan dan mempensiunkan pesawat ‘hebat’ ini, Indonesia masih saja mempergunakanya. Dan celakanya pesawat yang ukuranya lebih besar dari pesawat Fokker yang belum lama ini terjatuh, mengalami kecelakaan dengan merenggut korban jiwa lebih dari 100 para pasukan pengawal kedaulatan Indonesia.

Jika kita cermati, beberapa kecelakaan pesawat tersebut bukanlah sesuatu kecelakan yang tak terduga, tapi ada benang merah yang dapat kita ambil di dalamnya. Bahwa pesawat-pesawat milik negeri ini sudah tak layak lagi bermanuver. Coba kita ingat kembali banyaknya pesawat milik TNI AU atau pesawat komersial milik perusahan penerbangan di Indonesia mengalami kecelakaan dalam interfal waktu dua tahun ini. Apalagi Sang Garuda hanya memiliki sekitar 57 armada udara, yang hanya setengahnya saja yang siap beroprasi.

Indonesia adalah negara yang luas dengan beribu-ribu kepulauan, serta daerah kelautan yang tersebar di jalur khatulistiwa. Perlu usaha yang besar untuk melindungi wilayah NKRI ini dari para penyusup. Kasus masuknya pesawat perang milik Amerika Serikat di wilayah Indonesia harus menjadi pelajaran bahwa kita harus memiliki angkatan udara yang tangguh, agar harga diri bangsa ini tidak di injak-injak oleh bangsa lain.

Kini saaatnya Sang Garuda memberikan masa pensiun pada pesawat tua yang telah menghabiskan puluhan tahun untuk bertugas melindungi negeri ini. Sebagai gantinya Sang Garuda harus melahirkan penjelajah langit yang baru dan lebih tangguh lagi. Namun sang anak tersebut harus benar-benar anak kandung yang dilahirkan oleh karya anak negeri lewat perusahaan pembuat pesawat terbang seperti PTDI di Bandung. Sehingga kita memiliki armada udara yang tangguh dan membuka lapangan kerja seluas luasnya bagi para kreator peawat terbang di Iindonesia.***