Menjaga Lidah
KALAU kita perhatikan berita-berita di media massa akhir-akhir ini, terasa aroma konflik maupun pertentangan di antara para pemimpin bangsa maupun sesama masyarakat. Bahkan, terjadinya kejahatan dan tindak kekerasan juga terkadang dari hal-hal sepele, yang bermula dari ucapan. Hanya karena tersinggung, membuat seseorang membunuh teman atau tetangganya.
Ucapan lisan kadang tak bisa dikendalikan. Begitu ringan kita berucap yang sering melukai perasaan orang lain. Salah satu anggota tubuh manusia, yang banyak menyebabkan manusia celaka bahkan binasa dan dosa adalah lidah. Sebaliknya, lidah juga bisa membawa seseorang menjadi insan saleh.
Lidah membuat pintu surga terbuka. Namun, dengan lidah pula, menjadikan pintu neraka terbuka lebar akibat kebencian Allah dari ucapan lisan. Yakinlah, Allah menciptakan lidah untuk kebaikan dan kebahagiaan manusia bukan sebaliknya.
Hadis Nabi Muhammad menegaskan, manusia harus berbicara yang baik dan benar. Kalaupun tidak bisa seperti itu, lebih baik diam. "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata benar atau diam." (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam hadis lain ditegaskan,"Simpanlah lidahmu, kecuali untuk perkataan yang baik. Dengan bersikap seperti itu, engkau dapat mengalahkan setan." (H.R. Ibnu Hibban)
Keselamatan seorang manusia juga terletak dalam menjaga lidahnya. Allah menyeru umat-Nya agar menggunakan lidah untuk berzikir dan menyebut nama-Nya. Orang yang mulia di sisi Allah ketika lidah dan bibir orang tersebut selalu basah dalam menyebut nama-Nya. Di antara kebahagiaan seorang Muslim di akhirat adalah ketika nyawa lepas dari jasadnya dengan bibir dan lidahnya masih basah menyebut nama Allah.
Ada beberapa petunjuk Nabi Muhammad agar kaumnya bisa menjaga lidah, sehingga tidak terjerumus kepada jurang penderitaan akibat "keseleo" lidah.
Pertama, jauhkan diri dari kebiasaan mengucapkan hal-hal yang tidak bermanfaat. "Di antara ciri kebaikan Islam seseorang adalah ketika bisa meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat." (H.R. Tirmizi dan Ibnu Majah)
Kedua, jangan berbicara berlebihan atau melebih-lebihkan sesuatu. Nabi Muhammad menyatakan, "Perkataan seperti obat. Jika sedikit bermanfaat, tetapi terlampau banyak bisa menjadi racun." (H.R. Hakim)
Hadis lainnya menyatakan, "Berbahagialah orang yang mampu menahan kelebihan lisannya." (H.R. Baihaqi)
Ketiga, jangan membicarakan kebatilan karena paling besar kesalahan seseorang pada hari kiamat, ketika paling banyak berbuat dalam kebatilan.
Keempat, jangan berbicara kotor atau perkataan yang memancing timbulnya perkataan kotor dari orang lain, karena Allah tidak menyukai perbuatan tersebut.
Kelima, jangan berkata atau berjanji palsu. Dalam H.R. Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad menegaskan, "Ada tiga perkara, barang siapa memiliki salah satu (atau semua) dalam dirinya, maka dia adalah seorang munafik sekalipun dia salat, puasa, dan berpikir dirinya seorang Muslim. Yakni, jika berkata dusta, jika berjanji memungkirinya, dan jika memperoleh amanah lantas khianat."
Keenam, jangan menggunjing orang lain. "Janganlah kamu mengumpat atas sebagian yang lain, apakah salah seorang di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang telah mati. Tentu kalian merasa jijik karenanya." (Q.S. Al Hujurat: 12)
Ketujuh, jangan mencela dan melaknat orang lain, karena seorang Mukmin bukanlah orang yang mencela, melaknat, berkata bohong, dan berkata keji.
Kedelapan, jangan berkata kasar. "Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentu mereka akan berpaling darimu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka dan mohonlah ampun bagi mereka. Bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian jika telah bulat tekadmu, maka bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." (Q.S. Ali Imran: 159)
Kesembilan, jangan mengadu domba. Nabi menyatakan, tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kesepuluh, jangan mudah marah atau meluapkan emosi. "Sesungguhnya seorang pria berkata, ’Wahai Rasulullah, nasihatilah saya.’ Rasulullah bersabda, jangan marah. Orang tersebut bertanya lagi dengan persoalan sama sebanyak tiga kali. Rasulullah pun menjawab dengan jawaban sama, "Jangan marah!" (H.R. Bukhari dan Abu Hurairah)
Kesebelas, seorang anak tidak diperbolehkan menjawab panggilan orang tuanya, dengan perkataan yang tidak sopan. "Dan janganlah kamu mengatakan kepada keduanya (orang tua) dengan perkataan ah! Dan jangan pula membentak mereka." (Q.S. Al Isra: 28)
Terakhir, jangan suka berbantah-bantahan seperti dalam hadis Nabi Muhammad, "Janganlah engkau saling berbantah-bantahan dengan saudaramu." (H.R. Tirmizi)
Berbantah-bantahan hanya memperuncing konflik maupun persoalan yang sudah ada, karena masing-masing pihak merasa paling benar. Lidahmu, keselamatanmu di dunia maupun akhirat kelak. Wallahu-a’lam.***