Melihat Kebaikan dari Setiap Peristiwa
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah: 216)

Alkisah di negeri India ada seorang raja yang disenangi rakyat, terutama oleh rakyat jelata. Sang raja tersebut memiliki seorang perdana menteri yang setia menemani raja ke mana pun sang raja pergi. Ada satu ungkapan yang selalu terlontar dari mulut sang perdana menteri ketika berbincang dengan sang raja. Ia selalu berucap, "Apa pun yang terjadi, ini adalah yang terbaik bagi kita."
Ketika musim hujan tiba, sang raja resah karena hujan turun terus-menerus. Akan tetapi, Perdana Menteri berkomentar, "Wahai Tuanku, hujan ini adalah yang terbaik bagi kita. Karena dengan air yang banyak melimpah di musim hujan ini, rakyat kita bisa bercocok tanam. Sawah-sawah kita akan semakin subur sebab air mengaliri seluruh area pertanian. Rakyat kita pun bisa mandi dan minum sepuasnya." Raja membenarkan pernyataan menterinya itu.
Pada suatu hari, mereka berencana untuk berburu. Semua anggota rombongan mempersiapkan segala perlengkapan untuk berburu. Akan tetapi di luar dugaan, sang raja yang hendak makan apel pada waktu itu, jari tangannya teriris sampai putus. Darah pun keluar tanpa henti dari tangan raja. Apa yang disampaikan Perdana Menteri, "Rajaku yang baik, apa yang terjadi pada yang mulia, itu adalah yang terbaik bagi raja." Mendengar hal itu, kali ini raja naik darah dan tidak dapat mengontrol lagi emosinya. Akhirnya, sang menteri dijebloskan ke penjara. Di dalam penjara, ia berkata kepada sang raja, "Ketahuilah wahai rajaku, penjara ini adalah yang terbaik bagiku." Rupanya raja tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan menterinya itu.
Enam hari setelah kejadian itu, sang raja ingin sekali berburu. Akhirnya ia pergi sendirian. Sesaat ketika hari berangsur gelap, raja melihat seekor kelinci hutan. Dengan rasa senang ia mengejar kelinci itu hingga masuk ke hutan. Tanpa disadari, raja yang dalam kebingungan terjerembap ke dalam perangkap binatang. Spontan ia berteriak minta tolong. Akan tetapi, teriakan raja sama sekali tidak mendapat jawaban.
Di tengah keputusasaan, sang raja melihat segerombolan manusia tanpa busana yang muncul secara tiba-tiba. Rupanya mereka adalah kelompok manusia kanibal. Manusia-manusia kanibal itu langsung menangkap raja sebagai buruan untuk santapan lezat mereka. Raja pun sangat ketakutan, tetapi apalah daya, ia sudah pasrah pada nasibnya untuk dijadikan santapan.
Sebelum raja disembelih, sang ketua adat memeriksa apakah buruan mereka benar-benar sempurna. Sementara yang lain menyiapkan upacara dan pesta. Akan tetapi, ketua adat kaget ketika menemukan cacat pada tangan sebab ibu jari sang raja terputus. Lalu ketua adat segera mengumumkan bahwa mereka tidak akan memakan daging "buruan" yang cacat dan pesta dibatalkan. Dengan terpaksa, sang raja pun dilepaskan.
Raja sangat senang dan langsung berlari secepat kilat menuju istananya. Ia langsung ke penjara bawah tanah menemui perdana menteri. Ia kemudian memeluknya itu dan berkata, "Wahai menteriku, barulah aku tahu, mengapa kau selalu mengucapkan bahwa apa yang terjadi pada kita itu adalah yang terbaik. Saya bersyukur karena tangan saya putus, saya dibebaskan dari manusia kanibal dan aku sudah memenjarakanmu di sini, maafkan saya." Dengan tenang, menteri berkata, "Saya merasa penjara tempat yang terbaik bagiku sebab jika tidak di sini, mungkin saya sudah dimakan manusia kanibal karena menemani tuanku berburu. Mungkin mereka akan melepaskan raja dari tangannya, tetapi tidak denganku karena tubuhku tiada punya cacat."
Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, orang sering berkata, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah." Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Akan tetapi, juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.
Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya.
Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu, dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan, jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang Muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal.
Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw., "Aku mengagumi seorang Mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (H.R. Muslim)
Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.
Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman kuat, yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani, tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya.***