Puasa, Momentum Pembersihan

WAKTU terus berjalan bahkan berlari. Tak terasa, kita sudah memasuki lagi bulan puasa Ramadan. Puasa kali ini, jatuh pada Agustus dan berdekatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Puasa adalah bagian dari rukun Islam, sehingga ketika menjalankan puasa, kita harus jeli melihatnya secara menyeluruh dengan bagian-bagian lainnya (antarrukun Islam lainnya). Ibarat sebatang pohon, kita tidak bisa melihat buahnya saja, tetapi akar, batang, dan daunnya.

Puasa adalah momentum pembersihan secara total. Orang yang menjalankan puasa, ibarat seorang petani yang membersihkan tanamannya dari hama pengganggu di seluruh bagiannya, agar pohon itu berbuah lebat.

Membersihkan pohon harus dimulai dengan dari akar, yaitu misi dan visi hidup kita dari kepentingan yang sebatas duniawi. Orang yang hanya mengejar popularitas, kekayaan, dan pangkat dalam kehidupan kesehariannya, hanya menuju misi pribadi yang bersifat sementara. Oleh karena itu, puasa harus mengembalikan visi dan misi kehidupan hakiki seorang manusia, yaitu pengabdian pada Sang Pencipta sebagaimana yang diucapkan dalam kalimat syahadat.

Pembersihan juga harus dilakukan pada bagian batang yaitu karakter kita, sehingga karakter negatif dan lemah ditekan bahkan dihilangkan. Dengan puasa, akan membersihkan karakter yang sudah dibangun melalui salat, yaitu karakter jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerja sama, adil, dan peduli.

Pembersihan hama dan penyakit, juga harus dilakukan pada hasil pohon berupa buah, yakni harta kekayaan kita. Oleh karena itu, di bulan Puasa, kita diwajibkan mengeluarkan zakat harta (maal) dan zakat fitrah, sehingga kita bersih dari yang bukan hak milik kita. Terakhir, pembersihan pada pohon juga harus dilakukan pada daun-daun, yang diibaratkan nilai-nilai dibangun setelah haji, yaitu mengenal jati diri (wukuf), membangun mental (tawaf), kerja keras, dan upaya terus-menerus (sai).

Jadi, puasa itu tidak menebang pohon atau menebas semua potensi yang ada. Puasa bukan menebang misi, sehingga hidup menjadi tidak memiliki tujuan. Puasa juga bukan menebang semangat dan kerja keras. Dengan demikian, jika bekerja saat puasa lalu menjadi malas, tidak disiplin, dan tidak bertanggung jawab, sehingga akhirnya menjadi tidak produktif lagi.

Selama ini, bulan Puasa dijadikan alasan untuk tidak melakukan kerja keras, disiplin, dan bertanggung jawab dengan pekerjaan. Oleh karena itu, bulan Puasa menjadi bulan yang ditakuti para pengusaha dan instansi, karena membuat karyawan tidak produktif. Masuk kerja menjadi enggan bahkan asal-asalan. Selama bekerja pun lebih terkesan santai, bahkan setelah salat zuhur diselingi tidur.

Kita harus berkaca kepada perjuangan Rasulullah dan para sahabatnya. Banyak peristiwa besar yang justru terjadi di bulan Ramadan. Perang Badar yaitu perang terbesar di zaman Rasulullah terjadi di bulan Puasa. Demikian juga dengan kemerdekaan negara Republik Indonesia dari penjajah terjadi di bulan Puasa. Hal ini menandakan, justru pada bulan Puasa seharusnya kinerja dan kerja keras kita meningkat, bukan malah sebaliknya.

Puasa adalah menentukan kelemahan diri lalu membersihkannya dari diri kita. Jika upaya pembersihan diri melalui puasa dilakukan dengan sungguh-sungguh serta menyeluruh, maka manusia unggul akan tercipta dengan sendirinya.

Jiwa manusia ketika dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah (suci), tetapi kerap mendapat gangguan hama. Oleh karena itu, tugas manusia selama Ramadan adalah membersihkan jiwanya itu, agar tidak lemah dan kembali produktif. Seorang yang menjalankan puasa selama tiga puluh hari dengan benar, maka jiwanya akan kembali memancarkan cahaya semangat. Jika banyak pribadi yang melakukan pembersihan diri, maka saat musim panen, buahnya akan dirasakan masyarakat dan bangsa.

Dimulainya puasa kali ini berdekatan dengan perayaan ke-64 Hari Kemerdekaan Indonesia. Semoga dengan menjalankan puasa, dapat memerdekakan diri kita dari belenggu nafsu, sebagaimana Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang juga jatuh pada bulan Ramadan. Kemerdekaan yang dapat membebaskan bangsa kita dari belenggu penjajahan.

Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga kita bisa menjadi manusia yang bisa membersihkan diri dari segala jenis hama dan penyakit.***
Belajarlah pada Rayap!

"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap tanah yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan." (QS Sabaa:14)

AYAT ini mengungkapkan bahwa rayaplah yang secara tidak langsung memberi tahu manusia bahwa pada saat meninggal dunia, tubuh Nabi Sulaiman a.s. berada dalam posisi berdiri dengan ditopang oleh tongkatnya yang terbuat dari kayu. Saat itu, orang-orang di sekitar Nabi Sulaiman a.s. tidak mengetahui kematian beliau, sampai kemudian tubuhnya tersungkur karena tongkat penyangganya digerogoti rayap. Memang, rayap adalah serangga pemakan selulosa, zat pembentuk kayu.

Rayap merupakan serangga primitif pemakan selulosa yang telah hadir di muka bumi sekitar 250 juta tahun yang lalu, jauh lebih awal daripada kehadiran manusia di muka bumi yang diperkirakan baru satu juta tahun yang lalu. Jadi, wajarlah dalam masa hidup Nabi Sulaiman a.s., rayap telah berkiprah. Mengonsumsi berbagai bahan berselulosa termasuk tongkat kayu Nabi Sulaiman a.s.

Ayat tersebut di atas juga mengajari manusia bahwa rayap memiliki fitrah untuk mendegradasi bahan-bahan organik, termasuk kayu. Rayap, menurut pemahaman saya, diberikan oleh yang Mahakuasa suatu misi untuk mendaur ulang bahan organik menjadi mineral kembali. Dengan pemahaman seperti itu, sesungguhnya rayap tidak boleh dipandang semata-mata sebagai musuh. Pada dasarnya rayap seharusnya dipandang sebagai pengurai (decomposer) yang berperan penting dalam mengendalikan kesuburan tanah dan menghancurkan sampah di muka bumi.

Bayangkan, jika di dunia tidak ada rayap, sampah, cabang, ranting, dan tunggak-tunggak pohon, berpuluh-puluh tahun mungkin akan bertumpuk mengganggu ekosistem. Akan tetapi, alhamdulillah, dengan keberadaan rayap tersebut, tunggak-tunggak, ranting, batang, dan daun-daun yang jatuh di lantai hutan, serta sampah yang berhamparan di permukaan tanah, dirombak menjadi mineral kembali. Subhanallah, rayap pun ternyata bisa menjadi rahmat bagi alam. Oleh karena itu, manusia yang memang "diciptakan sebagai sebaik-baiknya makhluk" (QS 95:4), selayaknya juga menjadi rahmat bagi semesta alam.

Di pihak lain, harus diakui bahwa sebagian kecil rayap berperan sebagai perusak bangunan dan rumah, terutama yang dibuat dari kayu. Akan tetapi, dari 2.500 spesies rayap di dunia, hanya sedikit (sekitar sepuluh spesies) yang menjadi hama atau pengganggu. Sebagian besar spesies rayap justru berperan sebagai rahmat bagi alam.

Perlu dicatat bahwa rayap adalah serangga "sosial" yang memiliki beberapa sifat yang patut kita teladani. Pertama, mereka memegang teguh nilai-nilai (values) dalam "masyarakat"-nya, termasuk kegandrungan bekerja sama, saling mengingatkan secara kimiawi (melalui kerja pheromone), dan senantiasa saling membantu, bahu-membahu dalam memelihara kelangsungan hidup koloninya. Dalam masyarakat atau koloninya terdapat pembagian tugas yang jelas. Kasta pekerja bertugas mencari makanan, membersihkan sarang. Sementara kasta prajurit bertugas menjaga keamanan sarang dan penghuninya. Di pihak lain, yang memproduksi telur ya ratunya. Pembagian tugas ini dilaksanakan secara konsisten dari generasi ke generasi.

Kedua, setiap individu rayap, khususnya kasta prajurit, siap mati "membela negara". Sering ketika sarangnya diserang oleh pemangsa termasuk semut, demi penyelamatan bangsa dan "kerajaan"-nya, beberapa prajurit rayap menutup liang sarang dengan kepala mereka, walaupun berisiko mereka mati dimangsa musuh alaminya.

Ketiga, rayap adalah makhluk yang sangat gandrung kerja keras, tidak pernah lalai bekerja, dan selalu aktif. Dalam 24 jam sehari semalam, mereka bergantian bertugas.

Keempat, rayap adalah makhluk yang selektif dalam memilih makanan dan menjaga kebersihan lingkungan. Bahkan, kotoran dan bangkai sesamanya ditimbun oleh mereka di suatu pojok tertentu agar tidak mencemari lingkungan atau menjadi sumber penyakit. Perilaku ini sangat penting dalam memelihara sanitasi lingkungan dan keberlangsungan hidup koloni.

Kelima, rayap adalah makhluk yang hidup sangat efisien. Rasio antara jumlah kasta prajurit dan kasta pekerja dikendalikan dengan baik agar tidak terlalu membebani koloni. Persentase jumlah prajurit pada umumnya dipertahankan di bawah tiga persen dari total anggota koloni, kecuali jika koloni sedang mengalami "gangguan". Mereka juga hampir-hampir tidak pernah membiarkan ada sumber daya tersisa, termasuk makanan yang disia-siakan.

Jelasnya, spirit yang terkandung dalam koloni rayap adalah kerja sama, siap membela negara, gandrung kerja keras, hidup efisien, dan berbudaya bersih. Mereka juga seolah-olah punya moto "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Dapatkah kita memetik pelajaran dari kehidupan mereka? ***