Kepemimpinan Dalam Islam
"Sebaik-baiknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun mencintai kamu; kamu menghormati mereka dan mereka pun menghormati kamu. Sejelek-jelek pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka pun benci kepadamu; kamu melaknat mereka dan mereka juga melaknat kamu" (Al-Hadits).
Kamis ini (9/4), masyarakat akan menggunakan hak pilihnya untuk menentukan anggota DPR, DPRD provinsi, dan kabupaten/kota serta DPD. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendukung atau menolak seorang calon, tetapi hanya sebagai panduan kepada umat Islam agar "jangan terjerembab ke dalam lubang sama untuk kedua kalinya".
Konsep kepemimpinan dalam Islam, dirumuskan dan diwujudkan berdasarkan prinsip khalifah (Q.S. Al-Baqarah) yang jelas menegaskan, manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi. Pemimpin biasa disebut khalifah, amir, atau sulthan (sultan) yang berperan sebagai pemimpin sekaligus pemelihara alam semesta, bukan hanya alam manusia. Manusia juga tak diperkenankan merusak atau mengeksploitasi alam semena-mena karena kerusakan alam yang menanggung derita juga manusia.
Prinsip-prinsip kepemimpinan tersebut mengharuskan umat Islam memilih pemimpin yang membimbing kehidupannya, hingga Alquran dengan jelas mensyaratkan pemilihan pemimpin dari kalangan sendiri. Kita harus yakin, kepemimpinan harus ditegakkan dalam masyarakat, tentunya sesuai dengan kapasitas ilmu dan latar belakang sosial. Seorang Muslim bisa memilih sekaligus dipilih menjadi pemimpin.
Berkenaan dengan persyaratan yang harus dipenuhi seorang pemimpin, Imam Mawardi menggariskan beberapa kriteria yakni, keseimbangan yang memenuhi kriteria, memiliki ilmu yang membuatnya dapat melakukan jihad untuk membuat produk hukum dan menghadapi kejadian yang timbul, serta pancaindranya sehat dan lengkap, mulai dari pendengaran, penglihatan, tangan, kaki, dan sebagainya, hingga ia bisa menangkap berbagai masalah masyarakat dengan benar dan cepat.
Persyaratan lainnya, tidak ada kekurangan pada anggota tubuhnya yang dapat menghalangi untuk bergerak dan cepat bangun, visi pemikirannya baik sehingga ia dapat membuat kebijakan untuk kepentingan rakyat dan kemaslahatan umat, dan memiliki keberanian dan sifat menjaga rakyat hingga bisa mempertahankan rakyatnya sekaligus memerangi musuh-musuhnya.
Kriteria di atas, menggambarkan sosok pemimpin yang sehat jasmani dan rohaninya, yang berpengaruh kepada kemampuan berpikir dan mengambil keputusan untuk memecahkan masalah. Kita tak menginginkan sosok pemimpin yang tidak membela rakyat, malah hanya mengumbar pesan-pesan manis sebagai upaya "meninabobokan" masyarakat.
Mengenai mekanisme pemilihan pemimpin, ajaran Islam menggariskan melalui musyawarah (Q.S. 3: 159), karena musyawarah untuk memecahkan semua masalah di antara masyarakat. Seorang pemimpin yang telah terpilih, wajib hukumnya untuk ditaati selama tidak keluar dari garis ajaran serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Keberadaan pemimpin di tengah-tengah umat hendaknya berfungsi sebagai wakil Tuhan (khalifah), untuk menyampaikan dan menjamin terlaksananya hukum-hukum Allah SWT.
Seorang pemimpin bukan hanya bertanggung jawab pada masalah politis keduniaan, melainkan juga urusan sosial keakhiratan. Keharusan taat kepada pemimpin, bukan berarti masyarakat tidak bisa menasihati atau mengkritisi sepak terjang pemimpin.
Terlepas dari fungsi kontrol harus dijalankan lembaga atau bukan, ajaran Islam menentukan setiap individu untuk melakukan kontrol terhadap setiap kemungkaran, termasuk yang dilakukan pemimpinnya. Hal ini disebabkan, Islam memandang kepemimpinan tidak lahir atas kehendak sendiri, tetapi atas kehendak umat sebab ia adalah bagian dari kehidupan.
Kepemimpinan lahir akibat kenyataan massa yang telah melebihi ukuran jumlah sehingga membutuhkan seseorang untuk memimpinnya. Massa pun menerima kehadiran seorang pemimpin agar dapat menjamin hak-hak individu dan memelihara keutuhan serta kebersamaan.
Oleh karena itu, pemimpin umat haruslah mereka yang menjadi bagian tak terpisahkan dari bangunan masyarakat yang dipimpinnya. Alquran menggambarkan masyarakat sebagai bangunan (kal-bunyan), yang terdiri atas berbagai komponen saling memperkuat (yasuddu ba`dluhu ba`dlon). Pemimpin adalah komponen di dalamnya sehingga bisa menjadi pemimpin yang baik apabila didukung oleh kepercayaan masyarakat, namun bisa menjadi pemimpin buruk apabila terasing dari dukungan masyarakat yang menjadi basis kekuatannya.
Rasulullah mensyaratkan cinta kasih untuk memelihara legitimasi kepemimpinan hingga kekuatan hubungan fungsional antara pemimpin dan masyarakat terus terjalin. Manusia sendiri terlahir dari proses cinta kasih, yang dipancarkan dari kekuatan rahman dan rahim-Nya.
Tugas kepemimpinan adalah suatu yang mulia dalam pandangan Islam dengan imbalan masuk surga, malah Rasulullah menyejajarkan pemimpin pemerintahan dengan para rasul yang mewakili Tuhan di muka bumi ini. Para pemimpin adalah kelompok manusia pilihan yang perintah-perintahnya wajib ditaati, sepanjang tidak melanggar aturan Allah. Pemimpin juga sumber informasi untuk menemukan jalan terbaik yang harus ditempuh para pengikutnya, sekaligus penyemangat dalam menggapai kebajikan.
Di lain pihak, ketika pemimpin sudah keluar dari aturan-aturan Allah dan norma-norma kepemimpinan, maka kepemimpinan bisa berubah hanya sebatas simbol yang tak pernah akrab dengan kebaikan. Setiap perilaku pemimpin malah memancing keresahan dan ketidakpastian, hingga seruannya memunculkan tanda tanya dan kebingungan.
Selamat memilih pemimpin yang terbaik untuk umat.***