Muhasabah

KITA sekarang berada di awal tahun 1431 Hijriah dan 2010 Masehi. Artinya, usia kita di dunia semakin bertambah. Namun hakikatnya, jatah usia kita telah berkurang. Apabila Nabi Muhammad saw. wafat pada usia 63 tahun, kita bisa menghisab tinggal berapa tahun lagi jatah usia kita di dunia. Artinya, tambah mendekati maut kemudian masuk ke alam kubur. Dengan kata lain, semakin dekat terhadap pembalasan seluruh amal kita waktu hidup di dunia ini. Apakah pembalasan yang membuat kita bahagia atau malah membuat susah dan merasa pedih?

Hal tersebut menjadi ibrah (pelajaran) bagi kita untuk melakukan muhasabah terhadap semua amal kita pada tahun yang lalu agar bisa bertaubat dan memperbaiki kesalahan, baik taubat kepada Allah SWT atau saling memaafkan di antara sesama manusia. Seandainya banyak amal saleh yang telah dilakukan, kita patut bersyukur terhadap taufik dan hidayah dari Allah SWT. Selanjutnya berusaha untuk meningkatkannya pada waktu sekarang dan masa yang akan datang.

Adapun berkaitan dengan muhasabah, Allah SWT berfirman, "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (Q.S. Al Israa:14)

Kemudian hadis dari Syadad bin Aus r.a., Rasulullah saw. bersabda, "Orang yang pandai adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal setelah kehidupan sesudah kematian. Sementara itu, orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT." (H.R. Imam Turmuzi).

Demikian juga dengan muhasabah yang dikatakan oleh Umar bin Khatab yang artinya, "Hisablah diri kalian sebelum dihisab (oleh Allah SWT pada hari Kiamat)."

Muhasabah berasal dari kata hasibah yang artinya menghitung. Maksudnya, mengevaluasi, instrospeksi diri, mawas diri, atau meneliti seluruh amal saleh diri sendiri, bisa setiap tahun, bulan, bahkan setiap hari atau setiap jam.

Perhitungan secara teliti terhadap diri sendiri dan tuntas perlu dilakukan, seperti penelitian yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap pelanggar hukum. Karena nanti di alam Mahsyar, bukan hanya pemeriksaan secara lisan dan sadapan, melainkan juga ditambah praktik seluruh perbuatan kita yang ditayangkan lebih jelas dibandingkan dengan tayangan di televisi. Hal itu akan diperkuat pula dengan saksi yang tidak akan bohong, tidak palsu, yaitu anggota badan kita yang dipakai melakukan amal perbuatan sewaktu di dunia, yang disaksikan dan dicatat oleh malaikat Rakib dan Atid. Semua ucapan, perilaku, penglihatan, langkah kaki, dan seluruh gerak-gerik kita akan diperiksa. Begitu pula dengan harta dan ilmu kita, semua tidak akan luput dari pemeriksaan.

Dalam kitab Durrotunnasihin, Nabi Muhammad saw bersabda, "(Suatu hari kelak di alam Mahsyar) kaki seorang hamba (Allah) tidak akan melangkah, kecuali akan ditanya terlebih dahulu tentang empat hal: (1) mengenai usia, dari mulai lahir sampai meninggal digunakan untuk apa; (2) mengenai jasad, mulai lahir sampai rusak digunakan untuk apa; (3) mengenai ilmu pengetahuan yang dicarinya digunakan untuk apa; (4) mengenai harta, diperoleh darimana, bagaimana cara memperolehnya, dan digunakan untuk apa, apakah digunakan untuk ibadah atau maksiat.

Seluruh pertanyaan harus dijawab dengan sebenarnya, tidak bisa disembunyikan, sebab data-datanya komplet dan valid ada dihadapan Allah SWT. Kalau kita dapat menjawab dengan tepat bahwa seluruhnya digunakan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, tentu kita bakal mendapatkan kebahagiaan yang tidak ada batasnya. Namun sebaliknya, kalau dipakai maksiat, tentu semua akan menyesal yang tiada batasnya pula. Karena setan berusaha untuk "cuci tangan" sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, "Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ’Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar dan aku pun telah menjanjikan kepadamu, tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekadar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku. Oleh sebab itu, janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamu pun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih." (Q.S. Ibrahim 14:22)

Momen pergantian tahun Hijriah dan masehi yang baru saja lewat, dapat kita jadikan sebagai salah satu jalan perenungan. Paling tidak, kita bisa melihat kepada arti hijriah dan masehi itu sendiri. Hijriah diambil dari kata hijrah yang berarti pindah, yaitu pindahnya Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah. Hal tersebut dapat kita jadikan isyarat untuk pindah dari kebiasaan buruk kepada kebiasaan baik. Masehi berasal dari kata masih atau almasih yang berarti Nabi Isa a.s. Masehi bermakna tarikh yang didasarkan dari kelahiran Nabi Isa a.s. Perlu juga kita renungkan untuk menjaga perilaku kotor sehingga tetap suci.

Nabi Muhammad saw., seorang nabi yang terjaga dari kesalahan dan dosa tetap bermuhasabah, beribadah, dan bersyukur kepada Allah SWT tanpa lelah. Apalagi, kita selaku manusia biasa yang tak lepas dari salah, hendaknya selalu melakukan muhasabah, kemudian meningkatkan ibadah sebagai salah satu bukti mensyukuri atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita. Hal itu juga sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.

Terakhir, perlu juga kita renungkan ayat Alquran di bawah ini, yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al Hasyr ayat 18).

Jadi, semoga dengan bermuhasabah dan meningkatkan kualitas ibadah kita, di tahun 1431 H dan 2010 M, kehidupan kita lebih baik dan lebih bermakna di hadapan Allah SWT. Pada waktunya nanti, ketika dihisab oleh-Nya, kita termasuk orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan yang hakiki di negeri abadi, negeri akhirat tempat kita kembali. Amin.***