Amalan Menikmati Hidup
ISLAM mengajarkan agar waktu kita selalu diisi dengan amal saleh. Yakni, suatu perbuatan yang apabila dilakukan tidak mengakibatkan kerusakan. Dengan kata lain, perbuatan yang bermanfaat dan tepat atau sesuai dengan sasaran. Kemanfaatan dan kesesuaiannya bagi diri sendiri, keluarga, kelompok, atau manusia secara keseluruhan.
Lebih jauh Islam juga mengajarkan agar kita lebih produktif dalam memanfaatkan waktu. Bukankah Nabi saw. telah bersabda, "Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung, dan barangsiapa yang hari ini sama atau lebih jelek dari hari kemarin maka dia termasuk orang yang rugi."
Jika dicermati, dalam Alquran banyak sekali ungkapan yang menjelaskan penyesalan orang-orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan kebaikan. Suatu penyesalan yang tiada akhir dan tidak berguna lagi. Oleh karena itu, ketika melewati siklus waktu maka pilihan yang tepat adalah melakukan refleksi diri, bukan berfoya-foya dengan berbagai hiburan. Melalui refleksi, seseorang dapat menengok masa lalu untuk mengambil pelajaran, manfaat, dan perhitungan serta memandang ke depan untuk menyiapkan hari esok yang lebih baik.
Allah berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Hasr : 18)."
Ayat tersebut menegaskan agar kita selalu memperhatikan masa lalu untuk kebaikan masa yang akan datang. Memperhatikan waktu merupakan salah satu ciri orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Jadi, jika kita belum mampu mengelola waktu dengan sebaik-baiknya maka imannya kurang sempurna. Rasulullah bersabda, "Orang mukmin itu tidak terikat, kecuali oleh tiga masa; membekali diri untuk kembali ke akhirat, berjuang untuk kehidupan dunia, dan menikmati apa yang tidak diharamkan."
Kandungan hadis tersebut terkait dengan siklus waktu; kenikmatan, kesengsaraan, ketaatan, dan kemaksiatan. Bila kita sedang berada dalam kenikmatan maka berkewajiban untuk bersyukur kepada Allah dengan hati yang bersih dan lapang dada. Jika dalam keadaan sengsara maka bersabarlah, sebab mungkin saja hal itu terjadi karena disebabkan kemaksiatan. Itu semua merupakan dinamika kehidupan yang harus dihadapi oleh setiap orang.
Bumi yang kita tempati adalah planet yang selalu berputar, ada siang dan ada malam. Roda kehidupan dunia juga tidak pernah berhenti. Kadang naik, kadang turun. Ada suka, ada duka. Ada senyum, ada tangis. Kadang kala dipuji, tapi pada suatu saat kita dicaci. Jangan harapkan ada keabadian perjalanan hidup.
Oleh karena itu, agar tidak terombang-ambing dan tetap tegar dalam menghadapi segala kemungkinan tantangan hidup, kita harus memiliki pegangan dan amalan dalam hidup. Orang yang selalu menyadari akan pentingnya waktu maka dia tidak akan membiarkan sedetik pun waktu berlalu begitu saja. Ada tiga amalan yang dapat dilaksanakan oleh seorang mukmin sejati dalam menghadapi kehidupan ini, yaitu istikharah, istikamah, dan Istigfar.
Pertama, istikharah, yakni ikhtiar memohon petunjuk kepada Allah, baik istikharah dalam arti melaksanakan salat sunat istikharah ataupun dalam arti selalu berdoa memohon petunjuk Allah. Rasulullah bersabda, "Tidak akan rugi orang yang istikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah, dan tidak akan miskin orang yang hemat (H.R. Thabrani)."
Orang bijak berkata, "Think today and speak tomorrow (Berpikirlah hari ini dan bicaralah esok hari)." Itu artinya bahwa orang yang bijak adalah orang yang selalu menyandarkan diri pada Allah dalam segala hal. Ia pun tidak akan asal berkata atau asal melakukan sesuatu, melainkan selalu dipikirkan dan direnungkan terlebih dahulu. Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakiti orang lain, maka tahanlah. Jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan tersebut terasa sakit. Tetapi ucapan itu benar dan baik maka katakanlah. Jangan ditahan, sebab lidah kita menjadi lemas untuk bisa meneriakkan kebenaran dan keadilan, serta menegakkan amar makruf nahi mungkar.
Kedua, istikamah, yaitu teguh pendirian. Setelah kita mendapatkan petunjuk dari Allah maka untuk melaksanakan petujuk tersebut diperlukan keistikamahan dalam melaksanakannya. Rasulullah bersabda, dari Abi Sufyan bin Abdullah R.A. berkata, "Aku telah berkata, ’Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku pesan dalam Islam, sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau.’ Nabi menjawab, ’Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristikamahlah`." (H.R. Muslim).
Orang yang istikamah selalu kokoh dalam akidah dan tidak goyang keimanan bersama dalam tantangan hidup. Sekalipun dihadapkan pada persoalan hidup, ibadah tidak ikut redup. Kantong kering atau tebal, tetap memperhatikan haram halal. Dicaci dipuji, sujud pantang berhenti. Sekalipun ia memiliki fasilitas kenikmatan, ia tidak tergoda melakukan kemaksiatan (Q.S. Fushilat:30).
Ketiga, istigfar, yaitu selalu instrospeksi diri dan mohon ampunan kepada Allah SWT. Walaupun seseorang telah berusaha sekuat tenaga untuk istikamah dalam kebenaran, namun pasti saja mempunyai dosa dan kekhilafan. Oleh karena itu, hidup ini perlu dihiasi dengan istigfar, karena setiap orang pernah melakukan kesalahan, baik sebagai individu maupun kesalahan sebagai suatu bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merusak kehidupan kita, sehingga harus diobati.
Tidak sedikit persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini, diakibatkan kesalahan kita sendiri. Saatnya kita instrospeksi masa lalu, memohon ampun kepada Allah, melakukan koreksi untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah, dengan penuh keridaan Allah.
Dalam persoalan ekonomi, jika rezeki dari Allah tidak sampai kepada kita disebabkan kemalasan kita maka yang diobati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah bagian dari musuh kita. Jika kesulitan ekonomi tersebut disebabkan kita kurang bisa melakukan terobosan-teroboan yang produktif maka kreativitas dan etos kerja umat yang harus kita tumbuhkan.
Akan tetapi, adakalanya kehidupan sosial ekonomi suatu bangsa mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan dosa-dosa masa lalu yang menumpuk, yang belum bertaubat darinya secara massal. Jika itu penyebabnya maka obat satu-satunya adalah beristigfar dan bertobat.
Allah berfirman yang mengisahkan seruan Nabi Hud a.s., kepada kaumnya, "Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa (Q.S. Hud:52)."
Jika kita mampu menemukan jati diri kita maka siklus pergantian tahun ini akan menjadi momen yang sangat berharga, sekaligus sebagai batu loncatan dalam menggapai tujuan hidup manusia, yakni ibtighoa mardhotillah. Mudah-mudahan Allah selalu memberikan petunjuk-Nya, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar