"Khairu Ummat"

ALQURAN dalam Surat Ali Imran: 110 secara tegas menyatakan, umat Islam merupakan umat terbaik (khairu ummat). Namun, apabila kita melihat kondisi umat Islam saat ini, maka "jauh panggang daripada api", terbalik 180 derajat, karena kondisi umat masih memprihatinkan.

Secara bahasa, umat merupakan kumpulan sesuatu, baik makhluk yang ikhtiyaran dan diberi kehendak, yakni manusia maupun taskhiran yang hanya menerima ketentuan Allah seperti hewan. Dalam makna kumpulan manusia, umat bisa kita lihat dalam Q.S. Alqashash: 28. "Dan, tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, maka ia menjumpai sekumpulan orang yang sedang memberi minum (ternaknya)...."

Sedangkan umat dalam makna kelompok binatang, bisa dilihat dalam Q.S. Al An’am: 38. "Dan tidaklah binatang-binatang di muka bumi dan burung-burung yang terbang dengan sayapnya, kecuali sebagai umat seperti kamu...."

Umat menurut istilah, bermakna kumpulan manusia yang satu sama lain memiliki ikatan yang sangat kuat, seperti ditulis ar Ragib al ASfahani dalam "Mu’jam Mufrad al Fadlil Qura", yakni umat adalah sekumpulan manusia yang dihimpun oleh satu keyakinan (agama), satu zaman, atau satu tempat. Muhammad Abduh dalam Tafsir Almanar menyatakan, umat lebih khusus daripada jemaah, karena umat tersusun dari orang-orang yang memiliki pertalian yang saling mengikat dan kesatuan hati, layaknya anggota di dalam tubuh manusia.

Umat terbaik merupakan pilar dari jemaah. Kalau diibaratkan, maka tidak berdiri satu negara tanpa adanya rakyat, sehingga tidak akan tegak jemaah tanpa umat.

Sejarah mencatat, umat Islam telah ada sejak manusia pertama Adam, diciptakan Allah yang kemudian diikuti manusia-manusia lainnya. Di antara manusia yang diciptakan Allah, terdapat orang yang dipilih sebagai nabi yang jumlahnya sekitar 120.000 orang dan rasul 313 orang (H.R. Muslim dari Abu Dar Alghifari).

Setiap nabi atau rasul diutus Allah kepada satu umat di zaman tertentu. Meski berbeda zaman, tetapi semua pengikut nabi atau rasul diberi gelar yang sama oleh Allah yakni Muslimun, orang yang berserah diri kepada undang-undang Allah. "Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan (ikutilah) agama orang tuamu, Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian sebagai orang-orang Muslim." (Q.S. Al Hajj: 78)

Umat yang merupakan pilar jemaah, memiliki karakteristik dan ciri yang melekat dengannya. Di antaranya pertama, melaksanakan perintah kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar makruf nahyi munkar) sebagaimana Q.S. Ali Imran: 110. Dalam salah satu hadis diterangkan, "Rasulullah ditanya sebaik-baik manusia. Beliau menjawab, mereka yang memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran." (H.R. Abu Daud)

Kedua, konsisten dalam membela dan mengamalkan kebenaran. "Dari Tsauban berkata, telah bersabda Rasulullah saw., ’Senantiasa ada satu golongan dari umatku yang memperjuangkan kebenaran, tidak merugikan mereka kalau orang-orang yang menghinanya sampai datang keputusan Allah, selama mereka tetap berada dalam kebenaran". (H.R. Muslim dari Abu Daud)

Ketiga, tidak durhaka kepada Rasulullah, seperti ditegaskan dalam satu hadis, "Umatku semuanya akan masuk surga, kecuali yang menolak Rasulullah. Lalu, Rasulullah ditanya, ’Siapa yang menolak masuk surga wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, barang siapa yang taat kepadaku akan masuk surga dan barang siapa yang durhaka kepadaku, maka ia yang menolak (masuk surga)." (H.R. Muslim dari Abi Hurairah)

Keempat, ulama ar Ragib al Isfahani menambahkan karakter lainnya, yakni memerhatikan ilmu terutama agama dan beramal saleh serta menjadi teladan bagi yang lainnya.

Ulama terkenal, Sai Hawwa, memberikan delapan karakteristik umat, yakni kesatuan dalam akidah (wihdah fil-aqidah), kesatuan dalam ibadah (wihdah fil-ibadah), kesatuan dalam adat dan kebiasaan (wihdah fil-adat wassuluk), kesatuan dalam sejarah (wihdah fittarikh), kesatuan dalam bahasa (wihdah fil-lughah), kesatuan dalam metode (wihdah fit-thoriq), kesatuan dalam undang-undang (wihdah fid-dustur), dan kesatuan dalam kepemimpinan (wihdah filqiyadah).

Sedangkan Almarhum K.H. E. Abdurrahman memberikan ciri-ciri umat, yakni serasa bermakna rasa Islam, ibarat satu tubuh yang apabila ada anggota tubuh sakit, maka bagian tubuh lainnya ikut merasakan. Ciri lainnya, sesuara yakni menyuarakan kembali kepada ajaran Alquran dan sunah, serta seusaha untuk memajukan Islam dalam segala keadaan.

Dari penafsiran alim ulama di atas, bisa ditarik benang merah bahwa umat memiliki ciri-ciri yang lebih khusus. Pertama, salimul-akidah, yang tidak tercampur dengan takhayul, syirik baik besar maupun kecil, dan amalan-amalan lain yang bisa membatalkan akidah. Syirik sering tidak kita sadari, misalnya berbuat riya, mendatangi dukun/paranormal, atau seperti yang marak saat ini, menggunakan ponsel untuk mengetahui nasib, jodoh, dan lain-lain, seperti ketik reg...

Kedua, shahihul ibadah dengan ibadah yang tepat niat, tepat saat, tepat tempat, dan tepat kaifiat, khususnya ibadah mahdah (khusus). Umat Islam harus meneladani Rasulullah dalam pelaksanaan ibadah ini, sehingga jauh dari bidah.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar