Obama dan Islam

"Saya berusaha sebaik mungkin berbicara tentang kebenaran yang saya tahu," kata Obama. Selama bicara, ia berusaha keras menghapus kesan arogan meskipun tidak sepenuhnya berhasil.

Meskipun tidak ada substansi baru, ada kesan kuat pidato itu dikemukakan dengan tulus dan terus terang. Itulah yang kita tangkap dari pidato Presiden Barack Obama yang disaksikan 2.500 pengunjung di Universitas Kairo, Mesir. Pidato yang dirancang untuk disampaikan kepada dunia Islam itu, menawarkan pendekatan agar ketegangan Barat dan Islam yang sudah berlangsung lama dapat diredakan. "Saya berusaha sebaik mungkin berbicara tentang kebenaran yang saya tahu," kata Obama. Selama bicara, ia berusaha keras menghapus kesan arogan meskipun tidak sepenuhnya berhasil.

Sebagai Presiden AS, Obama memiliki bekal kultural dan biologis yang tidak dimiliki presiden sebelumnya. Ayahnya yang Kenya Muslim dan masa kecilnya di Indonesia, ia jadikan sebagai modal sudut pandangnya yang sangat berharga. Ia tidak menekankan pada perbedaan, tetapi pada persamaan.

Konflik Israel-Palestina yang rumit, misalnya, oleh Obama dilihat dari sudut yang lebih sederhana. Bukan hanya orang Yahudi, orang Palestina pun punya hak untuk memiliki negara yang merdeka dan berdaulat. Sudah terlalu banyak air mata dan darah yang tumpah. Obama menolak rencana PM Israel Benyamin Netanyahu untuk melanjutkan pembangunan permukiman di wilayah Palestina. Akan tetapi, ia juga menuntut agar Hamas menghentikan kekerasannya. "Agar anak-anak memiliki masa depan yang lebih baik," katanya. Ilusi telah membutakan kita sehingga tidak mampu melangkah ke depan.

Obama tidak percaya konflik-konflik yang sekarang berlangsung di Palestina, Irak, Afganistan, dan Pakistan bisa diselesaikan dengan operasi militer. Selain secara berangsur-angsur akan mulai menarik pasukan dari Irak, AS juga mengalokasikan bantuan 1,5 triliun dolar per tahun selama lima tahun untuk Pakistan dan 2,8 triliun dolar untuk Afganistan, agar di sana bisa dibangun jalan, sekolah, dan infrastruktur lainnya.

Dunia sudah cukup lama dipengaruhi sihir Huntington bahwa setelah komunisme runtuh, musuh Barat adalah Islam. Berbagai pihak sudah merasakan akibatnya. Peristiwa 11 September 2001 yang oleh Obama diakui membuat masyarakat Amerika traumatik sampai sekarang, menunjukkan bahwa korban yang jatuh bisa dari semua semua pihak, termasuk AS yang sebelumnya merasa sangat digdaya.

Obama mungkin sudah memperhitungkan kemungkinan satu saat nanti AS akan ditimpa malapetaka yang lebih besar lagi. Di Kairo, ia telah berusaha menunjukkan pandangannya dengan tulus. Namun demikian, pasti tidak akan memuaskan semua pihak, terutama kaum fundamentalis. Konflik-konflik yang sedang berlangsung di berbagai negara Islam, di mana AS kemudian terlibat dengan berbagai alasan, tidak bisa dianggap sederhana. Isu-isu demokrasi atau HAM yang oleh AS dipergunakan sebagai paspor mahasakti untuk masuk ke wilayah mana saja dan mendikte siapa saja, telah berkembang menjadi muatan yang negatif. Akibatnya, citra AS justru rusak.

Pidato Obama di Universitas Kairo memang disambut tepuk tangan berkali-kali. Akan tetapi, belum tentu semua setuju sepenuh hati. Perdamaian yang sejati, sebagaimana dibuktikan dalam tradisi Islam, mustahil bisa diwujudkan kalau ada pihak yang masih bersikap tinggi hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar