TANGIS RASUL S.A.W

Suatu ketika Nabi Muhammad SAW menangis semalam suntuk, sesaat seusai menerima wahyu Allah SWT. Muatan wahyu-Nya menyatakan, diciptakan oleh-Nya kejadian langit dan bumi serta digantikan-Nya akan siang serta malam itu adalah tanda-tanda nyata bagi hamba-Nya yang berilmu pengetahuan. Menurut Ahlul-Dzikri (yang selalu ada, meski hanya satu di tiap zaman, sesuai kehendak-Nya), kriteria manusia yang berilmu pengetahuan dalam pandangan Allah adalah mereka yang selalu zikir (ingat) kepada-Nya di kala apapun. Baik dalam kondisi sehat, sakit, susah, senang, berkegiatan, berbaring seraya berpikir, apapun yang dicipta oleh Allah tiada pernah batal. Tak terbantahkan, meski oleh para penyihir, pendusta, serta penentang-Nya, semua karya-Nya tiada terhingga guna serta faedahnya.

Seusai menerima wahyu Allah melalui Malaikat Jibril, beliau menangis. Baik saat shalat qiyamul-lail, lalu berbaring, hingga azan subuh bergema pun, beliau tidak segera bangkit, syahdan hingga dihampiri sahabat Bilal. Menurut kajian Ashyi-shathor (manusia paripurna) yang "menyadarkan" tokoh sekaliber Imam Al-Ghazali di akhir kehidupannya, hal itu terjadi karena Rasulullah SAW menjadi kian paham bahwa umatnya kelak sepeninggalnya hanya akan terpukau oleh kemilau peristiwa kejadian langit dan bumi (big bang) serta selalu bersalinnya siang dan malam.

Disadari oleh Rasulullah SAW, para hamba Allah hanya akan berkejaran diseputar kejadian dunia seisinya demi memburu nikmat pemberian-Nya, namun tidak butuh kepada Pemberi Nikmat. Kebanyakan di antara manusia tiada merindu, apalagi butuh bertemu Tuhannya. Umatku, demikian sabda Rasul SAW, hanya akan banyak yang terbelenggu tipu daya nafsu akan berbagai "iming-iming" pesona dunia dan syahwatnya belaka.

Bangga akan perolehannya, dia menjelma jadi insan yang menuhankan kepuasan sanubarinya, riya, jadi juara lalu sombong. Yang belum berhasil mencapai target-target dunia,akan dihinggapi penyakit ingin ikut mencicipi, namun banyak diantaranya yang gagal lalu putus asa, kecewa, serta akhirnya terjerumus kedalam perbuatanhina dan nista. Sedikit saja yang berniat menjadikan dunia fana ini selaku mazra'atul aakhirat, bertekad mengisi kesempatan yang terbatas di dunia sebagai pancatan yang kokoh, berupa sawah ladang nan subur guna membenamkan segala tingkah dan perilaku kehidupan beserta bathinnya secara bersandar total kepada kodrat dan ketentuan Allah SWT.

Demikianlah tantangan terbesar umat Nabi SAW, yang bersumber dari dalam nafsunya sendiri-sendiri. Bersumberkan kepada keberadaan wujud dengan mengakui adanya jasadnya sendiri yang diperkokoh dengan pengakuan akan angan-angan (skenario dan kepintarannya) serta pikirannya sendiri. Padahal angan, pikiran, dan skenarionya masing-masing yang mengakui dirinya terwujud dengan mandiri ini sesungguhnya telah menyelewengkan angan, akal, dan pikirannya menuju kepada rayuan nikmat dunia demi nafsu akunya sendiri.

Apalah arti sumber pikiran, berasal dari otak manusia dibandingkan dengan Kemahatahuan Sang Pencipta Yang Esa. "Jihad Akbar adalah Jihad Al-Nafs, perjuangan menaklukkan diri sendiri" ujar Rasulullah SAW menyerukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar