Menyiasati Kegundahan Hati

Oleh K.H. ABDULLAH GYMNASTIAR

"TIDAK ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis pada kitab Lauhul Mahfudz sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri." (Q.S. al-Hadid [57]: 22-23).

Saudaraku, tahukah tentang sesuatu yang paling banyak menyita pikiran, waktu, dan tenaga, yang berakibat mengurangi kemampuan akal dan merusak ibadah? Itulah perasaan cemas. Cemas terhadap sesuatu yang belum terjadi, yang berkaitan dengan urusan duniawi. Padahal sudah jelas, perasaan cemas--apalagi berlarut-larut--tidak akan membuahkan penyelesaian, selain membuat hati semakin sengsara dan bertambah menderita.

Padahal hidup ini sungguh teramat singkat. Kapan lagi kita akan merasakan kebahagiaan apabila dari hari ke hari, yang terkumpul adalah kecemasan yang berujung pada kegelisahan dan hilangnya perasaan nikmat dalam menjalani hari-hari kehidupan ini? Memang, cemas berpangkal pada belum mantapnya keyakinan bahwa segala kejadian yang menimpa mutlak datangnya dari Allah.

Allah Azza wa Jalla berfirman, "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada-Nya, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (Q.S. at-Taghabun [64]: 11).

Jelaslah, sesungguhnya setiap kejadian yang kita alami tidak akan lepas dari ketentuan dan izin Allah, sehingga tidak ada kecemasan dan kegelisahan saat kejadian menimpa kita. Akan tetapi, kebanyakan dari kita amat sibuk dengan pikiran yang mencemaskan perbuatan-perbuatan makhluk dan mengharapkan datangnya bantuan makhluk. Padahal sudah jelas, tidak ada satu pun yang dapat menimpakan mudarat ataupun mendatangkan manfaat, selain dengan izin-Nya.

"Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya, kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tiada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. Yunus [10]: 107)

Barangsiapa yang yakin bahwa Allah-lah yang akan menolong dan menjaminnya dalam setiap urusan, niscaya Allah pun benar-benar akan menjaminnya. Sebab, dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman,"Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku dan Aku bersama dengannya ketika ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat kepada-Ku di dalam hatinya, Aku pun ingat kepadanya di dalam hati-Ku. Jika ia ingat kepadaku dalam lingkungan khalayak ramai, niscaya Aku pun ingat kepadanya dalam lingkungan khalayak ramai yang lebih baik. Jika ia mendekati-Ku sejengkal, Aku mendekatinya pula sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku mendekatinya sedepa. Dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku mendekatinya sambil berlari." (H.R. Syaikhani dan Turmudzi dari Abu Hurairah ra.)

Nah, itulah kunci kehidupan yang sesungguhnya. Semua kejadian telah diketahui dan diatur secara cermat, penuh kebijaksanaan, dan kasih sayang, untuk ditimpakan kepada hamba-hamba-Nya. Allah Maha Tahu akan keadaan kita pada masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Dia Maha Tahu akan keinginan dan cita-cita kita. Dia pun Maha Tahu akan tingkat intelektualitas, kekuatan tubuh, keadaan perekonomian, bahkan segala yang ada pada diri kita. Bukankah Dia yang menciptakan dan mengurus segala-segalanya?

Jadi, mutlak setiap yang ditimpakan itu akan sangat sesuai dengan keadaan kita. "Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebaikan) yang dikerjakannya dan ia mendapatkan siksa dari (kejahatan) yang dikerjakannya." (Q.S. al-Baqarah [2]: 286)

Sekiranya suatu musibah dirasakan pahit dan amat berat, sebetulnya semua itu semata-mata karena kita belum mampu memahami hikmah di balik kejadian tersebut. Atau karena kita masih beranggapan bahwa rencana kita lebih baik daripada rencana Allah SWT.

Padahal ilmu kita yang teramat sangat sedikit ini kerap kali terlampau diselimuti oleh hawa nafsu yang cenderung menipu dan menggelincirkan diri, sedangkan Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui segala-galanya. Firman-Nya, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. " (Q.S. al-Baqarah [21]:216)

Oleh karena itu, bilamana datang suatu kejadian yang mencemaskan, segera kuasai diri sebaik-baiknya. Jangan menyiksa diri dengan pikiran yang diada-adakan atau dipersulit, sehingga terasa makin menyiksa. Memang begitulah kita, lebih gemar menganiaya diri sendiri dengan menenggelamkan ingatan dan lamunan pada yang tiada bermanfaat.

Segeralah kembalikan segala urusan kepada Allah. Yakinilah kesempurnaan, pertimbangan, dan kasih sayang-Nya, dan segera bulatkan hati bahwa hanya Dialah satu-satunya pembela. Dia-lah pemberi jalan keluar yang paling sempurna. Mustahil Dia lalai dan lupa terhadap keadaan hamba-Nya. Tidak mungkin pula Dia memungkiri janji-Nya terhadap orang-orang yang bersungguh-sungguh yakin bahwa pertolongan itu hanya datang dari-Nya. "... maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik pelindung." (Q.S. Ali `Imran [3]: 173)

Setelah hati dan keyakinan kita bulat, segera juga bulatkan ikhtiar untuk memburu pertolongan Allah dengan amalan-amalan yang dicintai-Nya. Camkan, bahwa rida terhadap takdir itu letaknya di dalam hati, tetapi tubuh harus ikhtiar di jalan yang diridai-Nya. Sebab, Allah sendiri telah menegaskan, "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mengubah nasibnya sendiri. Apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia." (Q.S. ar-Ra`d [131]: 11)

Dengan demikian, setiap untaian kejadian yang menimpa kita akan menjadi sarana yang paling tepat untuk gandrung bermunajat kepada Allah, sehingga membuat kita semakin taqarrub dan tidak pernah bisa lupa kepada-Nya. Itulah sebenarnya rahasia ketenangan dan kebahagiaan sejati di dunia ini, yang insya Allah akan menjadi bekal kebahagiaan yang kekal di akhirat nanti. "(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." (Q.S. Ar-Ra`d [13]:28-29)

Sekiranya sikap kita sesuai dengan keinginan Allah, apa pun yang terjadi pasti akan menguntungkan bagi dunia dan akhirat kita. Sebaliknya, bila menghadapinya tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan-Nya, niscaya dunia ini akan memperbudak dan menyengsarakan kita. Wallahu a`lam bishshawwab.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar