Pemilu 2014, Cukup 5-10 Parpol

Perolehan suara calon anggota legislatif hasilnya tidak signifikan dengan banyaknya jumlah partai politik. Hanya sepuluh parpol dari 44 partai politik yang tidak tereleminasi untuk bisa melenggang ke gedung DPR-MPR di Senayan Jakarta ataupun gedung DPR di daerah. Ke depan cukup 5-10 parpol saja yang dapat menjadi peserta pemilihan umum di masa mendatang.

Memang dalam sistem parlemen di Indonesia ini, kita menganut sistem bicameral (dua kamar) meniru Amerika Serikat, yakni anggota DPR dan DPD, gabungan keduanya adalah anggota MPR, yang di Amerika anggota MPR ini disebut Kongres, tetapi di sana ketua kongresnya tidak definitif (tetap) seperti ketua MPR di Indonesia. Ketua Kongres dipilih setiap persidangan.

Sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem presidential, yakni kepala negara dan kepala pemerintahan dijabat oleh presiden. Akan tetapi, kenapa jumlah partai terlalu banyak, padahal sistem di sini bukan parlementer?

Konstitusi multipartai dalam sistem pemerintahan presidensial ini perlu ditinjau kembali agar jumlah parpol lebih sedikit, tetapi kualitasnya bagus. Seperti pada Pemilihan Umum 9 April 2009, dari 44 partai politik, hanya 10 partai yang meraih suara signifikan sehingga banyaknya partai tidak serta-merta kualitas demokrasi lebih terjamin. Oleh karena itu, Pemilu 2014, ya cukup 5-10 partai politik saja. Tidak banyaknya partai politik peserta pemilihan umum, akan membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) lebih efisien dan efektif melakukan pembelajaran dan pendewasaan politik bagi rakyat.

Pada pemilhan umum kali ini, jangankan rakyat memperoleh pembelajaran politik yang optimal, ketika melakukan pencontrengan di tempat pemungutan suara, ternyata menghabiskan waktu cukup lama. Rakyat pusing mau memilih siapa, dengan sangat banyaknya calon anggota legislatif (caleg) dari 44 partai tersebut. Belum lagi banyak rakyat yang belum paham tentang mencontreng karena pemilihan umum sebelumnya mencoblos surat suara.

Baju rakyat

Para calon legislatif yang sudah terpilih menjadi wakil rakyat di DPR dan DPD atau DPR, hendaknya lebih mengedepankan kepentingan rakyat daripada partai itu sendiri dan setelah terpilih dan dilantik hendaknya para anggota legislatif itu tidak lagi mengenakan baju partai, tetapi baju rakyat.

Sebetulnya, kepentingan partai dan rakyat bisa diselaraskan, bila platform partai itu merupakan kristalisasi dari aspirasi rakyat sehingga tidak berbenturan antara program partai dan aspirasi rakyat. Padukanlah aspek top down (partai) dengan bottom up (rakyat)

Namanya juga anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), bukan DPO (Dewan Perwakilan Organisasi atau Partai). Artinya, baju yang harus dikenakan anggota legislatif ini harus lebih mengedepankan kepentingan rakyat, menomorduakan kepentingan partai. Budaya organisasi yang tertanam sebagai anggota legislatif itu adalah terciptanya sense of belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa tanggung jawab) kepada rakyat.

Komitmen anggota legislatif ini, komitmen kepentingan rakyat, bukan kepentingan partai karena partai hanyalah sebuah insitusi yang memberikan "tiket" masuk untuk menjadi anggota legislatif. Tentunya anggota legislatif dari partai mana pun harus mengusung platform untuk kepentingan rakyat karena hampir semua janji anggota legislatif dan partai politiknya agar mendapat dukungan rakyat adalah selalu memihak kepentingan rakyat.

Anggota legislatif yang terpilih dalam Pemilu 2009 ini harus memahami betul apa need and want (kebutuhan dan keinginan atau aspirasi) rakyat yang akurat di lapangan, bukan ditebak-tebak di belakang meja sehingga menjadi perkiraan yang sangat sumir dan tidak jelas.

Lakukanlah fact finding (pengumpulan fakta) tentang aspirasi rakyat yang sebenarnya, bukan yang muncul hanyalah aspirasi golongan atau individu sehingga berbagai program hasil keputusan legislatif dan diimplementasikan eksekutif itu tidak menyentuh kepentingan rakyat kebanyakan dan hanya untuk sebagian kecil rakyat. Bahasa birokrasi yang selama ini digunakan untuk melakukan fact finding adalah penjaringan aspirasi masyarakat.

Kembali kepada baju rakyat tadi, para anggota legislatif sudah paham betul filosofi dan aplikasi baju rakyat itu, betul-betul berada di pihak rakyat, bukan di pihak penguasa, dan semua bisa diatur, dengan mengabaikan kepentingan rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar